Minggu, 28 Desember 2014

Nilai Estetik Bahasa dalam Kethoprak Bocah Lakon Jaka Kendhil



Lakon kethoprak yang berjudul Jaka Kendhil yang diperankan oleh anak-anak kecil ini diperagakan dengan begitu apik. Terkhusus dalam melakukan dialog antar tokohnya. Di sini mereka memerankan peran masing – masing tokoh ketika saat berdialog begitu bagus dan terkesan natural. Bahasa yang digunakan begitu sederhana tetapi tidak mengurangi estetika kualitas suatu pertunjukan kethoprak. Akting bocah – bocah ini tidak kalah dengan akting orang dewasa.
Lakon Jaka Kendil menceritakan tentang seorang anak raja yang terlahir cacat karena akibat keusilan seseorang. Ia bersama ibunya terusir dari istana tersebut. Karena dia berbadan pendek dia diberi nama Jaka Kendil. Ketika Jaka Kendil menginjak dewasa, dia suka terhadap salah satu anak raja dan meminta ibunya untuk di lamarkan. Ketika jaka kendil dan ibunya pergi melamar, mereka sempat mendapatkan penolakan dari anak-anak raja dari medang kamulan. Tetapi ada salah satu putri raja menerima Jaka Kendil sebagai takdirnya. Akhirnya Jaka Kendil menikah dengan salah satu putri raja dari medang kamulan tersebut.
Di dalam percakapan dialog antar tokoh kethoprak Jaka Kendhil kita bisa mendapati beberapa tembung estetis seperti, tembung garba, paribasan, bebasan, saloka dan lain sebagainya.
Pada percakapan antara prabu dan senopatinya yang membahas tentang  perburuannya dihutan, disitu berburu dikatakan dengan “bedah pikat pados buron wana.” Tembung ini disebut dengan tembung.
Terdapat juga tembung purwakanthi guru sastra yaitu pada dialog “Cikat cakut trengginas.” Tembung “Ancur tak gawe kalang/galang abang yaitu tembung purwakanthi swara.  Tembung “Mati giling abang” merupakan salah satu tembung entar yang ada di dalam percakapan kethoprak bocah tersebut. Terdapat juga tembung – tembung dasanama seperti, atmaja (anak), sinuhun (raja), prameswari (permaisuri). Seperti juga dalam menyebut nama Tuhan ada pemilihan kata seperti “Gusti Kang Akarya Jagad”.
Ketika sang senopati menyatakan cintanya terhadap keponakannya disana ia mengungkapkannya dengan kata “Medar rasa ati” yang masuk kedalam tembung
Ada juga tembung “Getun kedhuwung” yang masuk kedalam tembung
Didalam percakapan atau dialog antar tokoh pada lakon kethoprak Jaka Kendhil ini menggunakan bahasa yang sederhana namun tidak mengurangi nilai suatu petunjukan kethoprak tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar