· Sri Tanjung
Ceritanya adalah sebagai berikut.[1] Kisah diawali dengan menceritakan tentang
seorang ksatria yang tampan dan gagah perkasa bernama Raden
Sidapaksa yang merupakan keturunan keluarga Pandawa. Ia mengabdi kepada Raja Sulakrama yang berkuasa di
Negeri Sindurejo. Sidapaksa diutus mencari obat oleh raja kepada kakeknya
Bhagawan Tamba Petra yang bertapa di pegunungan. Di sana ia bertemu dengan
seorang gadis yang sangat ayu bernama Sri Tanjung. Sri Tanjung bukanlah gadis
biasa, karena ibunya adalahbidadari yang turun ke bumi dan diperistri seorang manusia.
Karena itulah Sri Tanjung memiliki paras yang luar biasa cantik jelita. Raden
Sidapaksa jatuh hati dan menjalin cinta dengan Sri Tanjung yang kemudian
dinikahinya. Setelah menjadi istrinya, Sri Tanjung diboyong ke Kerajaan Sindurejo.
Raja Sulakrama diam-diam terpesona dan tergila-gila akan kecantikan Sri
Tanjung. Sang Raja menyimpan hasrat untuk merebut Sri Tanjung dari tangan
suaminya, sehingga ia mencari siasat agar dapat memisahkan Sri Tanjung dari
Sidapaksa.
Lantas Sidapaksa diutus oleh Raja Sulakrama pergi
ke Swargaloka dengan membawa surat yang isinya "Pembawa
surat ini akan menyerang Swargaloka". Atas bantuan Sri Tanjung yang
menerima warisan selendang ajaib peninggalan ibunya dari ayahnya, Raden
Sudamala, Sidapaksa dapat terbang ke Swargaloka. Setibanya di Swargaloka,
Sidapaksa yang tidak mengetahui apa isi surat itu menyerahkan surat itu kepada
para dewa. Akibatnya dia dihajar dan dipukuli oleh para dewa. Namun akhirnya,
dengan menyebut leluhurnya adalah Pandawa, maka jelaslah kesalahpahaman itu.
Raden Sidapaksa kemudian dibebaskan dan diberi berkah oleh para dewa.
Sementara itu di bumi, sepeninggal Sidapaksa, Sri Tanjung
digoda oleh Raja Sulakrama. Sri Tanjung menolak, namun Sulakrama memaksa,
memeluk Sri Tanjung, dan hendak memperkosanya. Mendadak datang Sidapaksa yang
menyaksikan istrinya berpelukan dengan sang Raja. Raja Sulakrama yang jahat dan
licik, malah balik memfitnah Sri Tanjung dengan menuduhnya sebagai wanita
sundal penggoda yang mengajaknya untuk berbuat zinah. Sidapaksa termakan
hasutan sang Raja dan mengira istrinya telah berselingkuh, sehingga ia terbakar
amarah dan kecemburuan. Sri Tanjung memohon kepada suaminya agar percaya bahwa
ia tak berdosa dan selalu setia. Dengan penuh kesedihan Sri Tanjung bersumpah
apabila dirinya sampai dibunuh, jika yang keluar bukan darah, melainkan air
yang harum, maka itu merupakan bukti bahwa dia tak bersalah. Akhirnya dengan
garang Sidapaksa yang sudah gelap mata menikam Sri Tanjung dengan keris hingga
tewas. Maka keajaiban pun terjadi, benarlah persumpahan Sri Tanjung, dari luka
tikaman yang mengalir bukan darah segar melainkan air yang beraroma wangi harum
semerbak. Raden Sidapaksa menyadari kekeliruannya dan menyesali perbuatannya.
Sementara sukma Sri Tanjung terbang ke Swargaloka dan bertemu Dewi Durga. Setelah
mengetahui kisah ketidakadilan yang menimpa Sri Tanjung, Sri Tanjung dihidupkan
kembali oleh Dewi Durga dan para dewa. Sri Tanjung pun dipersatukan kembali
dengan suaminya. Para dewa memerintahkan Sidapaksa untuk menghukum kejahatan
Raja Sulakrama. Ia pun membalas dendam dan berhasil membunuh Raja Sulakrama
dalam suatu peperangan. Konon air yang harum mewangi itu menjadi asal mula nama
tempat tersebut. Maka sampai sekarang ibukota kerajaan Blambangan dinamakan Banyuwangiyang bermakna "air yang wangi".
Referensi[sunting | sunting sumber]
Kereta api Sri
Tanjung adalah
salah satu rangkaian kereta api kelas ekonomi unggulan yang melayani rute Banyuwangi
Baru-Yogya
Lempuyangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar