Sabtu, 13 Desember 2014

WAYANG KULIT

Wayang kulit adalah wayang yang terbuat dari kulit, wayang kulit ada beberapa gaya yaitu ada yang bergaya Surakarta, dan ada yang bergaya Yogyakarta. Pada pembahasan ini, akan mengupas mengenai wayang kulit gaya Yogyakarta.

A.      Perincening wayang kulit gaya Yogyakarta
Wayang kulit gaya Yogyakarta dapat di rinci dengan bagian-bagiannya yaitu :
1.         Jenis mata wayang
a.         Mata liyepan (mata gabahan), jenis mata liyepan wujud manik (bagian tengah mata) menyerupai bentuk sebuah gabah atau biji padi pada yang belum di kupas. Liyepan menggambarkan kondisi mata dalam keadaan setengah tidur (liyep-liyep). Jenis mata ini digunakan untuk tokoh- tokoh wayang yang bertubuh kecil, dan langsing.
b.        Mata kedelen, jenis mata ini diwujudkan dengan bentuk menyerupai biji kedelai pada biji mata (manik) nya. Mata kedelai digunakan untuk tokoh wayang yang bertubuh sedang atau kelompok kathongan.
c.         Mata peten, jenis mata ini diwujudkan dengan bentuk biji petai pada biji matanya, di daerah lain (surakarta) disebut dengan mata kedhondhongan. Mata peten diperuntukan bagi tokoh yang berbedan kekar, tetapi memiliki perwatakan kurang terpuji.
d.        Mata thelengan, jenis ini digambarkan dengan bentuk bulat penuh pada biji matanya, tidak diberi warna dalam penggambaran naik, umumnya hanya memakai warna hitam saja. Pada umumnya diterapkan pada jenis tokoh gagahan yang bertubuh pidekso.
e.         Mata flelengan, jenis mata wayang ini digambarkan dengan bentuk bulat penuh pada biji matanya, dengan menggunakan warna maran merah mud, merah dan hitam dalam menggambarkan maniknya, disamping itu digambarkan pula bagian kelopak mata. Sehingga nampak menonjol. Jenis mata ini diterapkan pada tokoh raksasa baik bertubuh kecil maupun bertubuh besar.
f.         Mata kiyeran (penanggalan), jenis mata ini digambarkan dengan bentuk bulan sabit pada biji matanya. Jenis mata kliyeran hanya terbatas pada tokoh- tokoh tertentu saja.
g.        Mata kiyip, jenis mata ini diwujudkan dengan penggambaran setengah lingkaran pada biji matanya. Diperuntutkan bagi tokoh- tokoh yang gemuk, baik berukuran kecil maupun besar.

2.         Bentuk hidung wayang
a.         Hidung walimiring (hidung lancip), jenis hidung wayang ini diwujudkan menyerupai bentuk pangot kecil (pisau raut kecil yang biasa digunakan untuk membuat topeng). Jenis hidung wayang ini diterapkan bagi tokoh wayang yang bertubuh kecil, umumnya bermata liyepan dan juga digunakan untuk hidung putren (wayang wanita).
b.        Hidung bentulan, jenis hidung wayang ini diwujudkan dengan bentuk yang menyerupai buah bentul (soka). Jenis hidung wayang ini diperuntutkan bagi tokoh yang bertubuh besar atau golongan gagahan. Umumnya tokoh yang bermata thelengan.
c.         Hidung wungkal gerang, bentuk dari jenis hidung wayang wukal gerang ini menyerupai bentuk hidung bentulan dengan bagian ujung tajam (meruncing) sedikit. Jenis hidung wayang ini diterapkan pada tokoh gagahan tetapi yang memiliki watak kasar (panasbaran), umumnya dikombinasikan dengan bentuk mata plelengan dan peten.
d.        Hidung pelokan, jenis hidung wayang ini digambarkan seperti sebuah pelok (isi mangga), umumnya diterapkan pada tokoh wayang yang bertubuh besar seperti tokoh raksasa dengan mata plelengan.
e.         Hidung pesekan, jenis hidung wayang ini digambarkan dengan bentuk hidung wukal gerang yang berukuran kecil, untuk menggambarkan bentuk hidung pesek. Jenis hidung wayang ini diterapkan pada tokoh- tokoh kera.
f.         Hidung bunder (terong glatik), jenis hidung ini digambarkan bulat menyerupai bentuk buah terong. Diperuntutkan untuk tokoh tertentu seperti tokoh gareng dengan bentuk hidung terong glatik, kemudian tokoh raksasa terong (denawa endog) dengan bentuk hidung terong kopek.
g.        Hidung belalai, jenis hidung ini digambarkan seperti bentuk belalai binatang gajah. Dalam penerapannya digunakan untuk menggambarkan tokoh-tokoh wayang yang berwajah seperti binatang gajah.

B.       Bentuk wayang kulit gaya Yogyakarta
Wayang kulit yang dibuat waktu jaman kerajaan. Yaitu yang dibuat oleh Jayaprana dengan membuat wayang yang menggambarkan orang menari (bergerak) yang disebut andhadhap, sedangkan Jaka Penatas membuat wayang yang bercirikan penggambaran orang berdirinya. Kedua seniman itu menggunakan gaya sunggingan, namun Jayaprana dihiasi dengan sungging drenjeman.
Ki Atak membuat wayang kulit dengan gaya Kedhu. Bagus Riwcirig juga berkarya dengan gayanya sendiri yang dinamakan wayang prayung (prayungan) dengan sungging bludiran (kembangan). Kemudian anak Bagus Riwcirig yang bernama Grenteng juga ahli dalam membuat wayang kulit. Karya yang dihasilkan adalah sunggingan yang berbentuk sorot, yang dinamakan dengan sungging tlacapan.

C.      Ciri-ciri wayang kulit gaya Yogyakarta
1.    Pada dasarnya wayang kulit gaya Yogyakarta menggambarkan wayang (ringgit) bergerak (berjalan, hal ini ditandai dengan tampilan posisi kaki yang melangkah lebar terutama pada tokokh jangkahan (gagahan). Pada kaki kiri atau kaki belakang digambarkan posisi telapak kakinya miring atau jinjit. Tampilan demikian dianggap lebih gagah.
2.    Tampilan bentuk tambun, yaitu penggambaran tubuh yang pendek dan kekar (gemuk) yang dinamakan dengan depah. Bagian kepala agak tampak besar, posisi tubuh menghadap ke muka, dengan posisi kaki terbuka lebar. Kaki digambarkan tampak lebih pendek dari seharusnya, hal ini berkaitan dengan fungsi wayang dalam pagelaran wayang, tokoh wayang Yogyakarta pada umumnya ditancapkan dengan posisi agak renggang, jika tokoh tersebut terkena sinar dan lampu blencong, kaki tersebut akan nampak memanjang terlihat dari belakang kelir.
3.    Wayang kulit gaya Yogyakarta mempunyai tangan yang sangat panjang sehingga menyentuh kaki. Dalam kegiatan menyembah membutuhkan tangan yang mampu menyentuh hidung tokoh, sehingga dibutuhkan tangan yang panjang. Hal ini juga merupakan bentuk ukuran bahwa tubuh hingga kaki wayang kulit Yogyakarta sebanding ukurannya dengan tangan tokoh wayang itu. Perlu diketahui bahwa wayang kulita gayaYogyakarta digambarkan dengan bahu belakang yang panjang.
4.    Jika dicermati dan tatahannya, dapat diketahui bahwa hampir semua tatahan tokoh wayang menggunakan unsur tatahan yang dinamakan inten-intenan, terutama pada pecahan uncal kencana, sumping, turido, dan bagian busana lain. Namun dan tatahan ini tidak menjadi unsur pokok untuk membedakan, kadang tidak menggunakan unsur tatahan tersebut, terutama jenis wayang pedalangan yang hanya memerlukan kapangan atau cakrik yang baik saja, dengan tatahan yang agal sehingga lebih tahan lama.
5.    Jika dicermati dari sunggingannya, tokoh wayang kulit gaya Yogyakarta menggunakan sunggingan tlancapan yang pda masa lampau disebut dengan sungging sorotan, yaitu unsur sungging yang berbentuk segitiga terbalik yang lancip-lancip seperti bentuk tumpal pada motif kain batik. Sungging tlancapan itu difungsikan untuk memberi dekorasi pada bagian sembuliyan yang berukuran besar, seperti pada konca, sedangkan sembuliyan yang berukuran kecil (sembuliyan lamba), disungging dengan menggunakan unsur sungging suwatan, yaitu berbebtuk lacip-lancip seperti tlancapan dengan ukuran kecil-kecil.
6.    Pada bagian siten-siten atau lemahan, yaitu bagian diantara kaki depan dan kaki belakang, umumnya diwarna dengan merah.

D.      Penggolongan tokoh wayang kulit gaya Yogyakarta
Pengelompokkan golongan wayang berdasarkan pada atribut dan tokoh-tokohnya, ytaitu dapat dibedakan menjadi golongan raton, golongan satriya termasukl di dalamnya adalah tokoh putren dan golongan bala yang termasuk di dalamnya adalah tokoh punakawan. Pengelompokan tokoh wayang kulit dapat didasarkan kepada karakter tokohnya, menjadi: wayang alusan, branyak ( lanyapan ), pidegso, gagah, (gagahan), rewondo, raseko, dan dagelan.
Dalam buku Pedhalangan Ngoyogyakarta jilid I, disebutkan bahwa penggolongan tokoh dapat didasarkan atas busana yang digunakan oleh tokoh wayang, menjadi: golongan wayang makuthan praban, wayang makuthan ngore adhol, wayang kethon (kethu atau uncit), wayang topongan praban, wayang topongan ngore adhol, dan gendong, golongan pagagan praban, ngore adhol, gendhong, wayang gelung keling praban, ngore adhol, dan gendhong, wayang gelung supil urang praban, ngore praban, dan golongan ringgil seben atau sampir (puthut, bramana, dan pandita), penggolongan tokoh wayang kulit dapat pula dilakukan berdasar pada bentuk mata (mripatan) tokoh wayang, yang dibedakan menjadi: golongan wayang bermata plelengan, thelengan, kedelen, kelipan (kippan), kinceran (mata penanggalan), liyepan (gabahan).
Penggolongan wayang kulit berdasarkan pada fungsinya dalam pagelaran wayang dapat digolongkan menjadi: wayang simpingan, yaitu tokoh wayang yang disusun berjajar yang terletak disamping kanan (simpingan tengen). Tokoh yang ada dibagian kanan ini umumnya tokoh yang mukanya gemblenga/brongsong (warna kuning emas/prada) dan warna hitam saja. Dan sebaliknya yang berjajar di sebelah kiri (simpingan kiwa), yaitu tokoh yang disimping kiri dalang pada umumnya terdiri berbagai tokoh wayang kulit yang tampilan mukanya diwarna, seperti warna merah, merah muda, biru, hijau, putih, dan sebagainya. Kelompok lainnya berdasarkan fungsinya ini adalah wayang dhudhahan, yaitu tokoh-tokoh wayang yang sengaja tidak disusun berjajar, tetapi diletakkan didalam kotak, atau diluar kotak disebelah kanan dan kiri dalang pada saan pagelaran wayang kulit berlangsung.
Dalam simpingan wayang kulit menjadi runtut dan ritmis besar kecilnya, maka penyusunan tokoh wayang dapat ditentukan berdasar pada beberapa macam, yaitu:
1.    Wayang simpingan kanan
a.   Golongan wayang raton: terdiri dari tokoh triwikromo Sri batara Kresna, sampai dengan tokoh raden danaraja (pogagan praban)
b.   Golongan wayang gagah (gagahan): mulai dari tokoh Raden Antarejo, hingga resi Rekhatatama (ketu dewa tanpa baju)
c.   Golongan wayang alus (alusan): dimulai dari tokoh batara Guru hingga tokoh Prabu Darmakusuma (gelung keling)
d.  Golongan wayang Bambang (bambangan): mulai dari tokoh wayang Raden regawa (lesmana muda) sampai dengan Raden parikesit.
e.   Golongan Bambang jangkah: mulai dari tokoh yang berbusana puthut alus seben (sampir) hingga pada tokoh Sang Hyang Narada.
f.    Golongan Putren: mulai dari tokoh betari Durga hingga sampai tokoh Putren srambahan (tokoh wayang kulit yang dapat digunakan untuk beberapa peran.
g.   Golongan Bayen (wayang anak-anak): mulai dari tokoh Dewa Ruci sampai wayang bayen gedhongan.
2.    Wayang simping kiri
a.   Golongan wayang raton: dimulai dari tokoh wayang Braholo sampai dengan tokoh wayang raseksa bernama Begawan Bagaspati (ketu dewa oncit).
b.   Golongan gagah (gagahan): dimulai dari tokoh Prabu Sumaliraja sampai dengan tokoh Batara Brama (kethu dewa oncit).
c.   Golongan raja sabrang gagah: dimulai dari tokoh sbatara Sambu (oncit praban) sampai dengan Raden Kartopiyoga (pogagan ingore adhol).
d.  Golongan gagah kedelen: dimulai dari tokoh Raden Aryo Seto sampai dengan resi Bisma (tapen dengan busana baju)
e.   Golongan kathciringan: dimulai Batara Endra sampai dengan tokoh wayang  Prabu Sri Suwela (pogagan praban)
f.    Golongan sabrang alus (alusan): dimulai tokoh prabu Dewasrani sampai dengan tokoh raden Barata (pogagan ngore sampir)
g.   Golongan alus lanyapan (baranyakan): dimulai dari Raden Narasciriia (ngore adhol) sampai raden Manuto (denawa Bayang)
3.    Wayang dhudhuhan
Wayang dhudhuhan yang berada didalam kotak. Ditata mulai emblek (anyaman bambu yang digunakan untuk menata wayang didalam kotak) dimulai dari paling bawah, adalah:
a.    Golongan wayang binatang yang beraneka macam bentuk dan namanya
b.   Golongan wayang setanan
c.   Golongan wayang rasekso bermuka binatang (prajurit Guwa kiskendo, dan Raseksa Lokapala)
d.  Golongan wayang Rasekso di Ngalengko
e.   Golongan wayang Rasekso di pringgodani
f.    Golongan wayang Rasekso di Trajutrisno
g.   Golongan wayang rasekso wanan atau Prajurit sabrang seperti Buta Cakil, Buta Begal, dan sebagainya.
h.   Golongan wayang wanara (kera)
i.     Golongan wayang putih yang benareka macam, (dapat ditata pada eblek yang diltakkan melintang diatas kotak atau tumumpang malang disebelah dalang).
j.     Golongan wayang prajurit sabrang atau dugangan.
k.   Golongan wayang Kurawa di Ngastina.

Tokoh wayang dhudhuhan yang ditata diluar kotak dan ditaruh di eblek yang diletakkan di atas tutup kotak, antara lain:
a.   Golongan wayang kendaraan (titihan), seperti kreto, gajah, kuda, dan prampogan.
b.   Golongan wayang dewa
c.   Golongan wayang perepat punakawan, cangik, limbuk, cantrik, keparak, dan emban.
d.  Golongan wayang pandhito
e.   Golongan wayang senjata yang bermacam-macam, seperti keris, panah, gadha, pedang, bindhi, dan sebagainya. Di samping itu ada juga wayang binatang yang berukuran kecil, seperti burung, landhak, kancil, dan sebagainya.


E.       Unsur tatahan wayang kulit gaya Yogyakarta
1.    Tatahan bubukan
Tatahan bubukan adalah bentuk tatahan wayang kulit yang menyerupai rumah bubuk atau binatang perusak kayu yang berbentuk bulat-bulat dengan diameter sekitar 0,2 mm atau lebih.
2.    Tatahan semutdulur
Tatahan semutduler bentuknya adalah persegi panjang dengan bentuk potongan (pathetan) melengkung kedalam, kemudian bentuk lubang tatahan itu disusun menyamping hingga membentuk suatu garis.

3.    Tatahan Langgatan
Tatahan langgatan bentuknya seperti langgat yaitu sebuah alur yang cukup panjang dengan bagian lebar dipotong melengkung keluar. Bentuknya hampir sama dengan tatahan semutdulur tetapi lebih panjang hingga mencapai 3-5 kalinya.

4.    Tatahan bubukiring
Tatahan bubukiring adalah unsur tatahan wayang kulit yang bentuknya bulat setengah lingkaran (setengah bulatan).

5.    Tatahan inten-intenan
Tatahan inten-intenan adalah unsur tatahan wayang kulit yang digunakan untuk menggambarkan berbagai perhiasan yang berupa intan maupun permata yang lazim digunakan oleh para raja atau tokoh yang lain.

6.    Tatahan Langgatbubuk
Tatahan langgatbubuk merupakan unsur tatahan wayang kulit yang terjadi dan perpaduan antara tatahan langgatan dan bubukan, kemudian disusun menyamping secara selang seling, sehingga membentuk suatu garis.

7.    Tatahan Sembuliyang
Tatahan sembuliyang adalah unsur tatahan wayang kulit yang diperuntukan dalam menggambar lipatan-lipatan kain atau draferi. Bentuk tatahannya tidak jauh berbeda dan tatahan langgatbubuk, tetapi pada bagian langgatnya dibuat meruncing.

8.    Tatahan kawatan
Tatahan kawatan bentuknya berupa lubang alur yang melengkung dan dibuat berulang-ulang disusun berjajar menyamping, sehingga membentuk keratan-keratan kulit yang kecil seperti kawat.

9.    Tatahan seritan (tatahan rambut)
Tatahan seritan adalah unsur tatahan wayang kulit yang digunakan untuk menggambarkan rambut dari tokoh-tokoh wayang.

10.     Tatahan patran
Tatahan patran merupakan unsur tatahan wayang kulit yang menggambarkan dedaunan.

11.     Tatahan Semen dan motif kain kampuh
Tatahan semen adalah unsur tatahan semen dalam wayang kulit digunakan untuk menggambarkan motif-motif kain dari kampuh atau dodot yang dikenakan oleh tokoh-tokoh wayang, sehingga bentuknya sangat bervariasi.

12.     Tatahan Srunen
Tatahan srunen merupakan unsur tatahan wayang kulit yang berfungsi untuk menggambarkan berbagai jenis bunga.

13.     Tatahan Wajikan
Tatahan wajikan merupakan unsur tatahan wayang kulit yang berfungsi sebagai pelengkap dari jenis tatahan inten-intenan.

14.     Tatahan mas-masan
Tatahan mas-masan merupakan unsur tatahan wayang kulit yang digunakan untuk menggambarkan perhiasan dari emas.





Tabel 1
Bagian busana wayang yang ditatah dan unsur tataban yang diterapkan

No
Bagian busana wayang
Unsur tatahan yang ditetapkan
1
Nyamat
Mas-masan pucuk, langgatan, inten-inten, kawatan
2
Karawista
Langgatan, mas-masan
3
Turidho
Mas-masan, inten-inten, wajikan, kawatan, langgat bubuk, bubuk iring (ceplik)
4
Jaman sulaiman
Mas-masan
5
Jamang
Mas-masan
6
Jungkat penantas
Langgat bubuk, semutdulur, mas-masan, kawatan, inten-inten dan wajikan
7
Bledegan/Gelapan
Mas-masan rangkap, mas-masan, inten-inten dan wajikan
8
Kentowala
Langgat bubuk
9
Mangkara
Mas-masan, kawatan, inten-inten
10
Sumping
Mas-masan, kawatan, srunen, inten-inten, dan wajikan
11
Rembing
Langgatan, srunen, mas-masan, inten-inten
12
Pupuk jarot asem
Patran, langgatan, mas-masan
13
Rambut/gelung
Seritan (rambut), gayaman atau gimbal
14
Rambut geni
Langgat bubuk
15
Praba
Mas-masan, patran, langgatan
16
Ulur-ulur nagapasa
Mas-masan, inten pat-patan, cuplik, bubuk iring, inten-inten
17
Kalung (tanggalan)
Srunen, inten pat-patan, mas-masan, inten-inten, kawatan
18
Tali praba
Langgat bubuk, mas-masan
19
Kalung (untuk punggawa)
Langgat bubuk, sembuliyan
20
Rimong
Sembuliyan
21
Sampir
Langgat bubuk, sembuliyan
22
Baju
Langgat bubuk
23
Jubah
Langgat bubuk
24
Manggaran
Sembuliyan
25
Keris (wangkingan)
Langgat bubuk
26
Semekan
Langgat bubuk
27
Pinjong
Langgat bubuk, sembuliyan
28
Odolan
Seritan (rambut) gayaman
29
Odolan gendong
Seritan (rambut) gayaman
30
Kelatbahu
Mas-masan, langgat bubuk, mas-masan puncuk, inten-inten
31
Gelang
Mas-masan, langgatan, langgat bubuk
32
Cincin
Bubukan
33
Timang (slepe)
Srunen, mas-masan, inten pat-patan, kawatan
34
Gelang kaki
Mas-masan, langgatan, bubukan
35
Uncal kencana
Srunen, mas-masan, inten-inten, inten pat-patan, mas-masan puncuk, wajikan
36
Uncal wasto
Sembuliyan, langgat bubuk
37
Badong
Langgat bubuk
38
Kepuh
Langgat bubuk, bubukan
39
Dodot atau kampuh pocong
Langgatan, rumpilan, srunen, bubukan, semutdulur, kawatan
40
Dodot kampuh jangkahan
Langgat bubuk
41
Konca
Langgat bubuk, dan sembuliyan
42
Celana
Langgat bubuk, dan sembuliyan
43
Lemahan
Langgatan
44
Muka
Kawatan (athi-athi)

F.       Unsur sungging wayang kulit gaya Yogyakarta
1.    Sungging Tacapan
            Merupakan unsur atau motif sungging yang berbentuk tumpal yang disusun berjajar menyamping, jenis unsur sungging ini diterapkan pada sembuliyan atau uncal wasto dan bagian-bagian lain pada busana wayang khusus untuk tokoh gagah.
2.    Sungging Sawutan
Bentuknya lancip-lancip seperti bentuk payung tertutup dengan ukuran kecil-kecil yang disusun berderet kesamping.
3.    Sungging Kelopan
     Teknik menyungging dengan mengikuti bentuk benda yang disungging, dengan
menggunakan sistem gradasi.
4.    Sungging Cawen
                        Merupakan guratan kecil yang tersusun menyamping sesuai dengan bentuk benda yang di sungging. Sungging ini merupakan dekorasi dari sungging lainnya.
5.    Sungging Balesan
Merupakan garis kontur untuk mempertegas bidang sungging. Di samping itu berfungsi pula sebagai garis pembatas antara, dua bidang yang harus dipisah.
6.    Sungging Drenjeman
Bentuknya titik-titik yang didalam seni batik dikenal dengan istilah cecek. Titik-titik yang dibuat itu dengan ukuran dan jarak yang sama.
7.    Sungging Waleran
     Bentuk-bentuk dekorasi selain guratan (cawen) dan titik (dranjeman).
8.    Sungging Bludiran
            Umumnya menggambarkan alam flora yang terdiri dari daun-daunan, bunga, sulur-sulur yang telah mengalami stilasi.
9.    Sungging Cinden
            Merupakan bentuk dekorasi dalam sungging wayang kulit yang berbentuk geometris seperti motif-motif pada anyaman atau tenunan.
10.     Sungging Ulat-ulatan (raut muka)
       Motif sungging yang berkaitan dengan wajah tokoh.
11.     Sungging Kampuh (dodot)
            Sungging yang berkaitan dengan motif-motif kain yang digunakan untuk tokoh-tokoh wayang.

G.      Bagian wayang kulit yang disungging
1.    Busana bagian mahkota
a.         Nyamat
b.        Karawiatha
c.         Jamang sulaman
d.        Jungkat penatas
e.         Jamang
f.         Turido
g.        Bledegan (gelapan)
h.        Kentowala
i.          Sumping
j.          Rembing
k.        Pupuk jarot asem
l.          Rambut gelung/adolan
m.      Muka
2.    Busana bagian tubuh
a.         Praba
b.        Ulur-ulur nagapasa
c.         Tali praba (kawong)
d.        Kalung (tanggalan)
e.         Rimong
f.         Sampir
g.        Baju
h.        Jubah
i.          Menggaran
j.          Keris (wangkingan)
k.        Semekan
l.          Pinjol
m.      Odolan
n.        Odolan gendong

3.    Busan bagian tangan
a.         Kelat bahu terdiri dari nangrangan (naga karang-rang), candrakirana, kelat bahu punggawa raksasa, kelatbahu denawaraja, pungga, kelatbahu calumpringan, kelatbahu garuda, dan kelatbahu dagelan
b.        Gelang, terdiri dari gelang calumpringan, gelang denawa, gelang prajurit/bala (gelang kuna), gelang bambang (binggel), dan gelang dagelan.
c.         Cincin, terdiri cincin raton dan cincin dagelan/bala.

4.    Busana bagian bawah (kaki)
a.        Timang (slepe)
b.        Gelang kaki
c.         Uncal kencana
d.        Uncal wastra
e.         Badong
f.         Kepuk'
g.        Dodot pocong
h.        Dodot jangkahan
i.          Konca
j.          Celana
k.        Lemahan (siten-siten)

H.      Makna warna dalam wayang kulit gaya Yogyakarta
Dalam warna pada dasarnya dibagi menjadi tiga yaitu: pertama Hue berkaitan dengan panas dan dinginnya warna. Hue adalah istilah yang menunjukkan warna dari suatu warna, seperti merah, hijau, biru dan sebagainya. Kedua, volue yang mempengaruhi gelap terangnya warna. Ketiga, intensity yang berpengaruh terhadap cerah dan suramnya warna.
Warna yang digunakan dalam sungging wayang kulit tidak hanya sekedar memperindah penampilan, tetapi memiliki nilai yang lebih mendalam, yaitu berkaitan dengan masalah simbol atau perlambang. Perlambangan itu berkaitan dengan sifat atau karakter tokoh wayang, namun ada pula yang berhubungan dengan masalah pertunjukan wayang kulit itu sendiri. Adanya warna pada wayang kulit juga merupakan penggambaran yang berkaitan dengan masalah budaya dan kepercayaan masyarakat pendukung wayang kulit purwa tersebut.
Warna yang berkaitan dengan karakter tokoh wayang kulit dapat diperhatikan dari muka tokohnya. Warna polos pada muka tokoh wayang ada beberapa macam seperti merah atau merah muda, hitam, putih, peraha atau kuning emas, biru dan hijau, dengan perwatakan yang bermacam-macam pula. Tokoh muka wayang yang berwarna merah atau merah muda menggambarkan sifat perwatakan yang keras, kurang sabar, mudah emosi (panas-baran), pemberani, panas, dan angkara. Muka hitam merupakan penggambaran sifat perwatakan sentausa, bijaksana, langgeng, luhur, dan bertanggungjawab. Muka putih perwatakannya bersifat bersih dan suci. Muka perana (kuning emas) menggambarkan perwatakan yang sedang (sepadho-padho/tepo sliro). Muka biru atau hijau menggambarkan sifat perwatakan yang picik, berpandangan sempit, penakut, dan tidak bertanggungjawab.

I.         Wanda wayang kulit Yogyakarta
Walaupun ada beberapa tokoh yang memiliki wanda yang lebih dari sepuluh, namun pada dasarnya wanda pada wayang kulit purwa hanya dibedakan menjadi tiga macam, sebagai berikut:
1.    Wanda wayang yang menggambarkan keadaan tenang, tidak menunjukkan apa-apa, digambarkan dengan posisi muka paling menunduk dengan badan paling condong ke depan, ditampilkan pada adegan pasewakan atau jejeran (audiensi).
2.    Wanda wayang yang menggambarkan sikap wayang tegap, siaga dan aktif. Digambarkan dengan tubuh yang tegak, muka sedikit lebih tengadah dan jatuh arah pandangannya lebih jauh, dimanfaatkan untuk tokoh yang dalam perjalanan, perlawatan atau adegan yang memerlukan kesiapan mental.
3.    Wanda yang menggambarkan keadaan tokoh dalam emosional yang tinggi dan meluap-luap, diwujudkan dengan muka tokoh lebih tengadah dengan badan sangat tegak bahkan sedikit condong ke belakang. Wanda yang demikian digunakan dalam adegan perang atau amuk-amukan, yaitu perang kasar yang telah meninggalkan aturan yang ada.
         
J.        Bahan-bahan untuk wayang kulit
1.    Bahan baku untuk wayang kulit
Bahan baku untuk membuat wayang kulit adalah kulit binatang. Sudah turun temurun sejak jaman madya kulit yang digunakan yaitu kulit kerbau atau kulit sapi. Kulit kerbau sebelumya harus diolah terlebih dahulu agar dapat digunakan untuk pembuatan wayang kulit. Pengelolaannya sebagai berikut:
a.   Penipisan kulit (ngerok kulit)
b.   Penurunan kadar air (pengeringan)
1)        Ditarang
2)        Diolesi dengan pasta kapur sirih
2.    Bahan baku sungging wayang kulit
Bahan merupakan bagian terpenting yang turut mendukung dalam mewujudkan sesuatu produk, termasuk disini adalah sungging wayang kulit. Bahan yang baik akan menghasilkan produk yang berkualitas, bila didukung oleh ketrampilan dan kreativitas yang memadai. Dalam Sungging wayang kulit, bahan yang harus di persiapkan adalah sebagai berikut.
a.   Bahan pewarnaan tradisional (alami)
b.   Bahan pewarnaan pigmen (bubukan)
c.   Bahan pewarna pasta
d.  Perekat Ancur Lempeng
e.   Bahan perekat Ancur mutiara (otot)
f.    Bahan perekat Modern

K.      Langkah pembuatan wayang kulit Yogyakarta
1.    Langkah-langkah natah wayang kulit
a.        Nyorek
Kegiatan nyorek dalam kegiatan membuat wayang adalah pembuatan gambar dasar atau dapat pula disebut sketsa, yang dilakukan pada lembaran kulit dengan menggunakan alat tatah corekan.
b.        Anggebing
Anggebing adalah kegiatan menatah bagian garis tepi dari sketsa wayang pada selembar kulit, sehingga akan memperoleh bentuk wayang secara global, yang dalam dunia pewayangan dinamakan dengan gatra wayang.
c.         Anggempur
Anggempur adalah kegiatan dalam natah wayang kulit pada bagian detail pada bagian-bagian yang harus ditatah. Proses anggempur dilakukan dengan terlebih dahulu menatah bagian pokok atau garis-garis pokok yang berkaitan dengan struktur dalam bentuk wayang.
d.        Ambedhah
Ambedhah adalah kegiatan menatah pada bagian muka tokoh wayang, dan kegiatan ini merupakan yang paling sukar dalam menatah wayang kulit.
2.    Langkah-langkah menyungging wayang kulit
a.        Andasari (Dasaran)
Andasari merupakan kegiatan yang paling awal dalam menyungging wayang kulit, yaitu memberi warna dasar pada seluruh bidang wayang kulit secara merata dan tipis.
b.        Amerna (mewarnai) dan Isen-isen
Amerna yang dimaksudkan adalah menerapkan warna pada bidang-bidang sungging wayang kulit terutama pada busana wayang tersebut, seperti jamang, makutho, sumping, uncal, praba, sembuliyan, dodot (jarik), sonder, gelapan, kelatbau, gelang, dan sebagainya, dengan menerapkan unsur sungging sesuai dengan aturan yang berlaku dalam menyungging wayang.
c.         Angelus (ambabar)
Angelus adalah langkah terakhir dalam menyungging wayang kulit, dengan melapisi seluruh permukaan kulit yang telah diwarna itu dengan bahan penutup (couthing) yang tembus pandang secara menyeluruh. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk melindungi warna-warna sungging dalam wayang kulit itu dari serangan Hama, memberikan perlindungan terhadap warna dari sinar yang merusak, membuat lebih kuat, lebih mengkilat yang pada akhirnya warna-warna itu akan tahan lama.






















TOKOH WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA

SIMPINGAN KANAN
Simpingan adalah salah satu cara untuk menampilkan tokoh – tokoh wayang kulit ketika pergelaran wayang dilaksanakan. Pada dasarnya simpingan memiliki dua tujuan, yaitu untuk mempermudah dalam mempersiapkan tokoh – tokoh wayang kulit yang akan digunakan untuk pergelaran wayang, kemudian juga berfungsi sebagai penghias diri panggung pertunjukan, sehingga lebih menarik dan mempesona. Simpingan dari kata simping yaitu menata wayang secara berjajar di sebelah kanan dan kiri kelir dengan memperhatikan ukuran besar kecilnya wayang yang ditata dari ukuran yang besar ke arah yang kecil. Untuk mengetahui simpingan itu bagus atau tidaknya dapat dilihat dari runtutnya garis yang berbentuk dari bahu wayang yang ditata sambung menyambung lemah dan keruntuhan lemahan (bagian wayang kulit yang menggambarkan lemah atau tanah, yang umumnya dicat dengan warna merah) dari tokoh – tokoh wayang – wayang ditata.
Dalam menymping wayang juga harus diperhatikan tentang jarak antara wayang satu dengan yang lainnya, terutama dalam penancapan gapit pada batang pisang. Jika penancapan gapit wayang itu terlalu dekat akan berakibat wayang simpingan terlalu rapat, sebingga sukar untuk dicabut, disamping itu akan dapat membuat batang pisang itu pecah seperti terbelah.
Dalam simpingan wayang secara tradisional diketahui antara simpingan kanan dan kiri diusahakan panjangnya hampir sama, hal ini digunakan untuk mencapai keseimbangan antara bagian kanan dan bagian kiri simetris sehingga jika dipandang menjadi sangat baik. Jika tidak simetris atau botsih penyusunan wayang dan panggung itu tampak kurang menarik karena tidak ada keseimbangan dalam menata wayang kulit itu.
Tokoh wayang yang akan disimping pada bagian kanan ini terdiri dari tokoh – tokoh yang berwatak satria, yang sebagian besar berposisi muka tumungkul, dengan karakter tokoh luruh. Tokoh – tokoh wayang kulit yang disungging dengan warga gembleng atau brongsong, atau tokoh yang berwarna hitam saja yang akan disimping pada bagian kanan ini. Tokoh – tokoh simpingan kana disampaikan dalam lembar – lembar berikut.

DEWA MAMBANG
Dewa Mambang adalah raksasa jadi –jadian yang berukuran sebesar gunung, di samping berukuran besar memiliki kesaktian yang luar biasa. Tokoh yang menadi Dewa Mambang adalah Prabu Yudistira (Puntadewa). Ketika Puntadewa pikirannya kacau dan hatinya sedih, maka akan membuat dirinya berubah menjadi raksasa. Okoh yang dapat mengembalikan ke bentuk semula adalah Batara Kresna dengan jalan harus berubah wujud pula menjadi Brahala.
Dewa Mambang termasuk dalam wayang berukuran khusus, karena akan disimpng paling kanan pada simpingan kanan dalam pergelaran wayang. Ia berwujud raksasa, dengan posisi tumungkul dengan bermata dua berbentuk plelengan hidung pelokan, mulut ngablak dengan gigi dan taring yang tajam bagaipisau cukur. Ia bersumping banaspati yang dibentuk seperti sumping sorengpati dengan badan raksasa dan posisi kaki jangkahan brahala dengan motif parang rusak. Rambutnya gimbal yang terurai hampir menyentuh kaki. Tangan kiri irasan dengan posisi jari – jari mengepal. Ia berhias dengan ular baik sebagai kalug, gelang, kelatbahu, maupun gelang kaki. Ada kalanya di sela – sela rambut itu digambar dengan linsa, yaitu berbentuk gelapan utah – utah pendek dengan ukuran yang kecil. Tokoh ini ditampilkan denfan muka dan tubuh berwarna putih atau muka dan tubuh gembleng.

JAYAPUSAKA
Jayapusaka merupakan perwujudan lain dari Werkudara, yaitu Werkudara dalam busana raja, ketika Werkudara meninggalkan negara Amarta dan menjadi raja di negara Gilingwesi dengan gelar Jayapusaka.
Jayapusaka tergolong tokoh gagahan dengan karakter luruh dengan posisi muka tumungkul dengan mata thelengan, hidung bentulan dan mulut salitan dengan kumis tebal, berjenggot dan cambang yang lebat.  Ia bermahkota makuta dengan hiasan turida, jamang susunl jamang sulaman, jungkat penatas, karawitan, anton – anton, nyamat, sumping pandan binethot dan gelapan utah – utah walik. Di samping itu mengenakan rembing dan pupuk jarit asem. Badan gagahan dengan ulur – ulur naga mamongsa, memakai praba sebagai simbol keagungannya sebagai seorang raja, dengan tali praba bermotif bludiran. Posisi kaki jangkahan sena dengan sepasang uncal kencana, dodot bermotif poleng bang bintulu, ada penggambaran kepala naga pada kakinyayang dinamakan porong. Atribut yang lainnya adalah memakai gelang candrakirana, kelatbahu candrakirana dan memakai keroncong, disamping itu tangan berkuku pancanaka. Tokoh ini ditampilkan dengan muka hitam dengan badan gembleng atau ditampilkan brongsong.

BATARA BAYU
            Batara Bayu adalah putra sang hyang Jagatnata raja par dewa dengan permaisurinya yang bernama Dewi Umayi. Ia merupakan dewanya angin (bayu) dan merupakan salah satu dewa yang tiga puluh itu. Tanda – tanda sebagai penguasa bayu (angin) memakai kain poleng, berkuku pancanaka dan berpupuk jarot asen. Beberapa tokoh yang termasuk dalam kelompok ini (tunggal bayu) antara lain: Anoman, Werkudara, Wil Jayawreksa, Begawan Maenaka dan Liman Situbanda (gajah sena).
            Batara Bayu tergolong tokoh gagahan dengan karakter luruh dengan posisi muka tumungkul dengan mata thelengan, hidung bentulan dan mulut salitan dengan kumis tebal, berjenggot dan cambang yang lebat. Ia bermahkota uncit dengan hiasan turida, jamang susun, uncit bermotif bludiran, sumping pandan binethot dan gelapan utah – utah walik. Di samping itu mengenakan rembing dan pupuk jarit asem serta rambut ngore odol gembelan. Badan gagahan dengan ulur – ulur naga mamongsa, memakai praba sebagai simbol keagungannya sebagai seorang raja, dengan tali praba bermotif  bludiran. Posisi kaki jangkahan sena dengan sepasang uncal kencana, dodot bermotif poleng bang bintulu. Atribut yang lainnya adalah memakai gelang candrakirana, kelatbahu candrakirana, dan memakai keroncong, disamping itu tangan berkuku pancanaka. Tokoh ini ditampilkan dengan muka hitam dengan bahan gembleng atau ditampilkan brongsong.

RAMABARGAWA
            Ramabargawa yang disebut juga dengan nama Jamadagni, Yasadarma yang berdiam di pertapaan Argapura, adalah seorang resi atau pendeta yang termasuk dalam brahmacari, ia adalah putra resi Wiragni di padepokan Jatisarana.
            Ramabargawa tergolong tokoh wayang gagahan, dengan posisi muka tumungkul, bermata thelengan, hidung bentulan dan bermulut salitan dengan kumis, jenggot dan cambang yang tebal.ia memakai sumping mangkara ikat kepala wastra dengan bermotif kembangan. Rambut terurai hingga bahu, ia memakai rembing. Tubuhnya gagahan dengan penggambaran gajah gelar di dadanya. Posisi kaki dengan jangkahan senadengan dodot bermotif parang rusak. Ia memakai gelang binggel. Tokoh ini ditampilkan dengan muka dan tubuh berwarna hitam. Tokoh ini dibuat polos tanpa perhiasan.

RADEN WERKUDARA
            Werkudara adalah salah satu Pandawa yang sangat populer dalam Mahabarata. Ia adalah putra prabu pandudewanata dengan Dewi Kuntinalibranta. Werkudara berpenampilan luruh, bermata thelengan, hidung bentulan dan bemulut salitan dengan kumis, jenggot dan cambang yang amat tebal. Ia bermahkota gelung supit urang jenis minangkara, bersumping pandang binethot, dengan memakai pupuk mjarot asem dan anting – anting bayu. Tubuh gagahan alus, dengan simbar jaja dan gajah gelar dengan jangakahan sena. Pada bagian kaki digambari kepala nagaraja (porong) dengan konca bayu. Kampuh bermotif poleng bang bintulu aji, dengan tiga macam warna merah, hitam dan putih. Atribut yang lain adalah kuku pancanaka, kelatbahu dan gelang candrakirana. Werkudara ditampilkan dengan muka hitam badan gembleng atau muka dan badan gembleng. Wanda : lintang (bayu kusuma), bugis dan indhu.

PULASIO
            Pulasio adalah nam lain dari gajah wreka, yaitu saudara tungal Bayu dari Batara Bayu, disamping itu ada yang lain seperti Anoman, Gajah Situbonda, dan Gunung Maenaka. Tokoh ini akan memberi bantuan kepada saudara tuggal bayu lainnya jika diperlukan, terutama berkaitan dengan jika akan melakukan perjalanan cepat, ia akan membantu dengan kekuata anginnya.
            Pulasio termasuk dalam kelompok tokoh gagahan, dengan karakter luruh, posisi muka tumungkul. Dengan mata plelengan, hidung wungkal gerang, mulut ngablak dengan kumis, jenggot dan cambang yang lebat seperti lazimnya raksasa. Ia bermahkota gelung supit urang, dengan hiasan turida, jamang dan sumping mangkara. Badan gagahan dengan penggambaran gajah gelar di dadanya. Posisi kaki jungkahan sena, dengan motif dodotnya poleng bang bintulu aji. Ia memakai kalung tanggalan, memakai rembing. Atribut yang lain memakai kelatbahu candrakirana, gelang candrakirana dan memakai keroncong. Posisi jari – jari tangan tokoh ini bentuknya sama dengan jari – jari raksasa. Tokoh ini ditampilkan dengan muka dan badan putih mulus dengan penggambaran bulu – bulu pada seluruh tubuhnya.


WIJOSENA
JAGAL BILAWA/ABILAWA
GANDAMANA
RADEN ANTAREJA
RADEN GATOTKACA
HYANG BARUNA
RADEN ANTASENA
PUTHUT GURITNA
WISNUKAPIWARA
ANOMAN
REKATATAMA
GEDAWANGANNALA
BATARA GURU
BATARA WISNU
BATARA KRESNA
NARASINGAMURTI
RAMA WIJAYA
BATARA KAMAJAYA
BATARA ASMARA
SANTANU
WISNU ANJALI
PALASARA
RESI MANUMAYASA
LEGAWA
LEKSMANA
PUNTADEWA
RADEN ARJUNA
LAMBANGKARA
CIPTONING MINTARAGA
DANANJAYA
PRABU YUDISTIRA
PUTHUT JAYASEMEDI
DEWABRATA
PRABU PANDUDEWANATA
BAMBANG SURYATMAJA
BAMBANG PERMADI
BAMBANG SRAMBANGAN
WIJAKANGKA
SRI SUWELA
WINDU SEJATI
RADEN ABIMANYU/ANGKAWIJAYA
BATARA SURYA
BATARA MAHADEWA
PANDU
BAMBANG SUMITRA
PANCAWALA
BAMBANG IRAWAN
SIDAPEKSA
BAMBANG SUMANTRI / SUWANDA
PUTHUT JAYASAMPURNA
NARADA
ARIMBI YAKSI
DEWI JEMBAWATI
DEWI RUKMINI
DEWI SETYABOMA
DEWI DRESNALA
DEWI ERAWATI
DEWI BANOWATI
DEWI GENDARI
GAGAR MAYANG
LELENGMANDARU
BETARI UMA
DEWI MADRIM
DEWI AMBA
DEWI WARA SRIKANDI
DEWI SRI
DEWI SURTIKANTHI
DEWI REKATAWATI
DEWI TRIJATA
DEWI TITISARI
DEWI KUNTI
DEWI DRUPADI/ DURPADI
DEWI SINTA
DEWI WARA SEMBADRA
DEWA RUCI
BAYEN








TOKOH WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA SIMPINGAN KIRI

Seperti halnya simpingan kanan, simpingan kiri memiliki karakter yang sangat khusus, yaitu tokoh-tokoh yang disusun berjajar dalam bagian kiri dalang diambil dari tokoh-tokoh yang berkarakter angkara murka dan berwujud raksasa, tokoh gusen dan tokoh lainnya yang pada umumnya mukanya dibuat berwarna, baik warna merah, biru, jambon, putih dan gembleng dengan posisi muka langak atau longok.
Walaupun dalam ceritanya ada tokoh wayang berwatak satria seperti tokoh sadewa, wisanggeni, dan tokoh-tokoh pandawa lainnya, karena posisi mukanya langak, maka dalam simpingan dimasukkan dalam simpingan kiri. Dalam menyimping wayang harus juga diperhatikan tokoh wayang yang disimping pada umumnya hanya terbatas pada tokoh yang berbusana raja, satria dan putren, dan sebagainya. Namun hampir tidak pernah dijumpai tokoh-tokoh bala atau punakawan menjadi materi dalam simpingan. Posisi wayang yang disimping bermula dari tokoh yang berukuran besar kemudian berangsur-angsur kepada tokoh yang semakin kecil ukurannya, terakhir adalah tokoh bayen yang bermula raksasa. Perlu dicermati dalam menyimping wayang kulit berkaitan dengan runtutnya ukuran wayang terutama urutan tingginya. Cara yang paling mudah adalah dengan mencermati garis yang terbentuk dari sambungan bahu tokoh wayang dari besar kearah kecil atau dapat dilakukan pula dengan memperhatikan garis yang dibuat atas sambungan lemahan tokoh wayang yang disimping. Jika garis itu runtut, berarti simpingan wayang itu sudah benar, tetapi adakalanya ada wayang yang dinamakan berukuran majujak ukurannya tidak runtut jika disandingkan dengan tokoh yang lainnya, maka tokoh wayang ini akan membuat simpingan tidak baik.
Tokoh- tokoh itu sebagai berikut:                     

BRAHALA
RADEN KUMBAKARNA
KALA SRENGGI
BATARA GANA
BATARA KALA
BATARA YAMADIPATI
BAGASPATI ( GUNDAWIJAYA)
NIRWATAKAWACA
PATIH PRAHASTA
JAMBUMANGLI
GETAH BANJARAN
WESIAJI
DASAMUKA KORDA
DASAMUKA
RAHWANA
KARNAMANDRA
SUYUDANA
JAKA PITANA
BATARA BRAMA
BATARA SAMBU
PRABU BALADEWA
SITIJA BOMANARAKASURA
NARPATI SUGRIWA
BUKBIS
BOGA DENTA
BOGA SURA
MEGANANDA
INDRAJIT
BRAJAMUSTI
NARANTAKA
SAKSEDEWA
TRI WARNA
KANGSADEWA
GARDAPATI
DEWANTAKA
RUPA KENCA
KENCAKARUPA
RESI SETA




























TOKOH-TOKOH WAYANG RAMAYANA
1.        Anggada
Anggada adalah seorang tokoh wayang dalam cerita Ramayana. Ayah Anggada bernama Subali, dan ibunya bernama Tara, seorang bidadari. Paman Anggada bernama Sugriwa.Wujudnya yaitu kera berbulu merah dan wanara muda yang sangat tangkas adan gesit. Dalam kitab Ramayana, disebutkan bahwa ia dapat melompat sejauh sembilan ratus mil. Anggada adalah anak buah dari Rama.
2.        Anjani
Anjani adalah putri sulung Begawan Gotama dari pertapaan Gratina di gunung Sukendra, ayah yang sebenarnya adalah Bathara Surya. Ibunya adalah seorang bidadari bernama Indradi atau Windradi. Adiknya dua laki-laki semua, bernama Subali (Guwarsa) dan Sugriwa (Guwarsi). Peristiwa Cupumanik Astagina, merubah wujud Anjani yang semula adalah seorang yang cantik, kemudian berubah menjadi wanita berwajah kera.
3.        Dasarata
Dasarata adalah seorang raja keturunan Ikswasu dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau diansti Surya.

4.        Hanoman
Hanoman atau hanuman berwujud kera putih, tetapi dia dapat berbicara dan beradat istiadat seperti manusia. Hanoman adalah putra Bathara Guru dengan Anjani. Ia mendapat anugerah Cupumanik Astagina, ditakdirkan berumur panjang, hidup zaman Ramayana sampai zaman Mahabarata bahkan sampai awal atau memasuki zaman Madya. Hanoman memiliki beberapa kesaktian. Ia dapat bertiwikrama, memiliki aji Sepiangin (dari Bathara Bayu), aji pameling (dari Bathara Wisnu), dan aji Mundri (dari Resi Subali).
Tata pakaiannya melambangkan kebesaran antara lain: pupuk Jarotasem Ngrawit, gelung Minagkara, kerat bahu Sigar Blibar, kampuh atau kain poleng berwarna hitam, merah dan putih, gelang atau binggel Candramurti, dan ikat pinggang Akar Mimang.
Hanoman juga dikenal dengan nama Anjanipura (putra Dewi Anjani), Bayurada (putra Bathara Bayu), Bayusiwi, Guruputra (putra Bathara Guru), Handayapati (berkekuatan sangat besar), Yudawisma (panglima perang), Haruta (angin), Maruti, Palwagesata (kera putih), Prabancana, Ramandayapati (putra angkat Rama), Senggana (panglima perang), Suwiyuswa (panjang usia), dan Mayangkara (roh suci, gelar setelah menjadi pendeta di Kendalisada).

5.        Indrajit
Menurut versi Jawa, Indrajit bukan putra kandung Rahwana, melainkan hasil ciptaan Wibisana.


6.        Jatayu
Jatayu adalah putra dari Aruna dan keponakan dari Garuda. Jatayu adalah seekor burung yang melihat kejadian penculikan Sinta oleh Rahwana.

7.        Kumbakarna
Kumbakarna adalah saudara kandung Rahwana, raksasa dari Alengka. Kumbakarna adalah seorang raksasa yang sangat tinggi dan berwajah mengerikan, tetapi bersifat perwira dan sering menyadarkan perbuatan kakaknya yang salah. Kelemahannya adalah tiduer selama enam bulan, selama menjalani masa tidur dia tidak akan mengerahkan semua kekuatannya. Ayah Kumbakarna adalah Wisrawa dan ibunya bernama Sukesi.

8.        Laksamana
Laksmana adalah putra Raja Dasarata dan merupakan adik tiri dari Rama. 

9.        Lembusura dan Maesasura
Lembusura adalah saudara Maesasura. Lembusura berbadan manusia besar dan berkepala sapi.  Sedangkan Maesasura adalah seorang manusia besar seperti raksasa berkepala kerbau. Lembusura dan Maesasura sejak kecil gemar bertapa untuk mencari ilmu kesaktian. Salah satu guru mereka yang terkenal adalah Begawan Wisalodra.

10.    Rahwana
Rahwana adalah anak dari Sukesi dan Wisrawa. Rahwana lahir dengan kepribadian setengah brahmana dan setengah raksasa. Rahwana terkenal sebagai penakluk tiga dunia, sekaligus penakhluk wanita. Rahwana memiliki banyak istri, yang paling terkenal adalah Mandodari, putera Mayasura dengan Hema, seorang bidadari.

11.    Rama
Rama adalah putra dari raja Dasarata dengan Kosalya.

12.    Satrugna
Satrugna adalah putra bungsu dari raja Dasarata dengan Sumitra. Laksmana adalah saudara kembarnya.
13.    Sinta
Ramayana menyebutkan bahwa Sinta bukan anak kandung Janaka, tetapi ia adalah anak angkat Janaka. Sinta dibesarkan di istana Mithila di kota Wideha oleh Janaka dan Sunayana, permaisurinya.

14.    Subali
Nama Subali berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “bala” berarti rambut. Konon ia dilahirkan dari rambut ibunya sehingga ia dinamakan Subali. Subali menjadi raja bangsa wanara di kerajaan Kiskenda, sedangkan Sugriwa bertindak sebagai wakilnya.
Menurut versi Ramayana, Subali dan Sugriwa adalah sepasang wanara kembar yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi berbeda ayah. Keduanya sama-sama putra dewa. Subali adalah putra Indra, sedangkan Sugriwa adalah putra Surya.
Menurut versi asli pewayangan Jawa, Subal dan Sugriwa mulanya terlahir sebagai manusia normal.  Keduanya masing-masing bernama Guwarsa dan Guwarsi, memiliki kakak perempuan bernama Anjani.  Ketiganya merupakan anak dari resi Gotama dan dewi Indradi yang tinggal di pertapan Agrastina.

15.    Sugriwa
Sugriwa adalah tokoh protagonis dalam Ramayana. Ia adalah seorang raja kera dan merupakan seekor wanara. Tinggal di kerajaan Kiskenda bersama kakaknya, Subali. Ia adalah teman Rama, dan membantu memerangi Rahwana dalam memperebutkan Sinta.

16.    Sumali
Sumali adalah kakek Rahwana. Sumali memiliki kakak bernama Mali dan adik bernama Maliyawan. Ketiganya mendapat anugerah mendapatkan kekuatan yang luar biasa, akan tetapi disalahgunakan. Akhirnya mereka dikalahkan oleh Dewa Wisnu adan diusir dari kerajaan Alengka.
    
TOKOH-TOKOH MAHABHARATA
1.        Abimanyu
Abimanyu merupakan putra dari Arjuna dan Sembadra. Nama lainnya adalah Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kiriyatmaja, Sumbadra Atmaja, Wanudara, dan Wirabatana.

2.        Abiyasa
Abiyasa adalah kakek Pandhawa dan Kurawa. Ayah dari Begawan Abiyasa adalah Begawan Palasara, pertapan dari gunung Rahtawu. Dan ibunya adalah Durgandini, yang meninggalkannya sejak masih bayi.

3.        Antareja
Antareja atau dikenal juga dengan nama Anatareja, anak sulung dari Bima dan Nagagini. Antareja tidak tinggal bersama ayahnya melainkan bersama kakeknya Sang Hyang Antaboga di kayangan Saptapratala.
Anantareja memiliki kesaktian yang tiada batas, semburan ludahnya mengandung bisa yang bisa membunuh siapa saja yang terkena ludahnya. Selain itu tanah bekas telapak kaki orang yang dijilatinya akan menyebabkan si empunya tapak akan meninggal seketika. 
Antareja memiliki sifat dan perwatakan jujur, pendiam, sangat berbakti kepada yang lebih tua, sayang kepada yang muda, rela berkorban dan sangat percaya kepada Sang Pencipta. Antareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin mustika bumi, yang memiliki kesaktian hingga bisa menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal dunia. Cincin ini adalah pemberian ibunya. Selain itu kesaktian Antareja adalah dapat hidup dan dapat berjalan di dalam bumi.

4.        Antasena
Antasena dan Antareja adalah pengisahan dua karekter yang berbeda, walaupun kedua-duanya diciptakan sebagai sosok pencari makna kehidupan sejati, tetapi nuansa tingkah laku mereka sangat berbeda. Ada yang mengatakan bahwa Antasena adalah adik Antareja dari lain ibu. Ibunya adalah Urangayu putri Begawan Mintuna.
Sosok Antasena merupakan penggambaran dari seorang sufi dan tidak memandang dunia lagi. Antasena dikesankan sebagai angin-anginan yang sudah tidak mementingkan kepentingan dunia lagi.

5.        Arimbi
Arimbi adalah istri kedua Bima, kemudian melahirkan Gatotkaca. Arimbi adalah seorang raksasa perempuan, dan merupakan anak kedua Prabu Trembaka. Kakak sulungnya bernama Arimba.

6.        Arjuna
Arjuna adalah ksatria yang gemar bertapa dan berkelana. Arjuna memiliki sifat cerdik, pandai, pendiam, teliti, sopan, pemberani, dan suka melindungi yang lemah. Pusaka-pusaka Arjuna antara lain: Gendewa (dari Bathara Indra), panah Ardadadali (dari Bathara Kuwera), panah Cundamanik (dar Bathara Narada).

7.        Baladewa
Baladewa adalah saudara Kresna. Waktu muda bernama Kakrasana, putra Prabu Basudewa, raja negara Mandura dengan permaisuri Mahendra atau Maekah. Baladewa mempunyai saudara lain ibu yaitu Arya Udawa.
Baladewa digambarkan dengan kulit putih, senjatanya adalah bajak dan gada. Secara tradisional Baladewa dilukiskan memakai pakaian biru dan kalung dari rangkaian bunga hutan.  Rambutnya diikat pada jambul, memakai giwang dan gelang.
Baladewa berwatak keras hati, mudah naik darah, tapi pemaaf dan bijaksana.

8.        Bima
Nama lain dari Bima adalah Werkudara yang artinya perut srigala. Nama lain dari Bima adalah Bimasena. Bima memiliki sifat gagah berani, kuat, tabah, patuh, jujur, serta menganggap semua orang sama.

9.        Bisma
Bisma adalah anak dari raja Santanu. Waktu kecil Bisma bernama Ganggadata. Bisma adalah seorang Brahmacirin. Berdiam di pertapan Talkandha. Bisma adalah seorang yang sakti yang tidak gila akan takhta demi kebahagiaan sang ayah.

10.    Burisrawa
Burisrawa adalah putra Prabu Salya di Madraka, bermuka raksasa. Burisrawa bertabiat kasar dan suka tertawa. Burisrawa digambarkan bermata telengan putih, hidung bentuk haluan perahu, bergusi, muka agak mendongak.

11.    Cakil
Cakil adalah seorang raksasa dengan rahang bawah yang lebih panjang daripada rahang atas. Tokoh ini humoris. Cakil melambang tokoh yang antang menyerah dan selalu berjuang hingga titik darah penghabisan.

12.    Drona
Drona dilahirkan dari keluarga brahmana, putra dari Bharadwaja.

13.    Drupadi
Drupadi adalah anak yang lahir dari hasil Putrakama Yadnya, yaitu ritual memohon anak dalam kisah mahabarata. 

14.    Duryudana
Duryudana adalah putra Prabu Destarasta di Hastinapura. Ia adalah Kurawa yang paling tua. Bentuknya adalah bermata telengan, hidung dempak, berjamang tiga susun dengan garuda membelakang besar, berpraba. Berkalung ulur-ulur. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Kain bokongan kerajaan. Batik kain parang rusak barong, tanda kain pakaian bangsawan agung.

15.    Gatotkaca
Gatotkaca adalah anak dari Arimbi. Gatotkaca adalah seorang ksatriya dari kerajaan Pringgodani. Berkulit dan berbadan baja. Memiliki kotang antakusuma yang bisa membuat ia terbang.

16.    Karna
Karna adalah nama lain  dari raja Angga yang merupakan tokoh antagonis dalam cerita Mahabarata. Karna adalah pendukung panglima perang pihak Kurawa. Karna merupakan kakak tertua dari tiga di antara lima Pandawa (Yudistira, Bima, dan Arjuna).  Karna adalah pahlawan yang memiliki sifat kompleks. Ia sangat menjunjung nilai-nilai ksatria. Sifatnya angkuh, sombong, suka membanggakan diri, dan dermawan. Karna adalah anak pertama Kunti.

17.    Kresna
Kresna atau Krisna atau biasa disebut juga Narayana. Kresna berasal dari kerajaan Surasena, kemudian ia mendirikan kerajaan sendiri bernama Dwakara. Kresna berasal dari keluarga bangsawan di Mathura, dan merupakan putera kedelapan yang lahir dari putri Bewaki, dan suaminya Basudewa. Kresna merupakan sepupu dari Pandawa dan Kurawa.

18.    Kunti
Kunti adalah putri dari Surasena dari wangsa Yadawa dan saat bayi ia diberi nama Perta.

19.    Nakula
Nakula dan Sadewa adalah kembar pandawa yang memiliki keistimewaan dalam merawat kuda dan sapi.  Nakula digambarkan sebagai orang yang dapat menghibur hati. Ia juga teliti dalam melaksanakan tugas dan selalu mengawasi kenakalan Bima, kakaknya. Nakula memiliki kemahiran dalam memainkan senjata atau pedang.

20.    Pandu
Ayah Pandu adalah Wicitrawirya dan ibunya adalah Ambalika. Pandu adalah pemanah yang mahir. Ia memimpin tentara Dretarasta. Kemudian Pandu menikah dengan Dewi Kunti.

21.    Parikesit
Parikesit adalah anak dari pandu. Parikesit merupakan yatim piatu, karena ketika ayahnya gugur di medan perang Baratayuda, dia masih berada dalam kandungan ibunya. Ia berwatak jujur, bijaksana, dan adil.
22.    Sadewa
Sadewa adalah putra termuda  di antara para Pandawa. Ibunya bernama Dewi Madrim. Sadewa merupakan ahli perbintangan yang ulung dan mampu mengetahui kejadian yang akan datang.

23.    Sengkuni
Sengkuni adalah tokoh antagonis dalam cerita pewayangan, paman dari pihak Kurawa dan selalu menghasut Kurawa untuk memusuhi Pandawa. Sengkuni adalah patih yang diangkat oleh Kurawa ketika ia menguasai Hastina. Sengkuni merupakan tokoh yang licik.

24.    Santanu
Sanatanu merupakan putra dari pasangan raja Pratipa dengan ratu Sunanda, keturunan raja Kuru. Prabu Santanu sangat tampan dan amat cakap dalam memainkan senjata dan senang berburu ke hutan.

25.    Srikandi
Srikandi adalah nama lain dari Amba yang ditolak menikah oleh Bisma. Orang tuanya yaitu Prabu Drupada dan Gandawati.  Srikandi gemar dalam keprajuritan dan mahir memainkan panah.

26.    Subadra
Subadra lahir sebagai putri bungsu dari pasangan Basudewa dan Rohini. Subadra adalah wanita tercantik di Mayapada. Subadra dilahirkan setelah Kresna dan Basudewa.

27.    Wisanggeni
Wisanggeni adalah putra dari Arjuna. Wisanggeni adalah tokoh yang tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian yang luar biasa.

28.    Yudhistira
Puntadewa adalah nama lain dari Yudhistira. Ia mempunyai sifat adil, sabar, jujur, taat kepada agama. Senjatanya adalah Jamus Kalimasada berupa kitab, dan Tunggulnaga berupa payung.


PUNAKAWAN
Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong






























20141009_052443.jpg 



























Daftar Pustaka

Haryanto. S., 1988, Pratiwimba Abdhiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang. Penerbit Djambatan, Jakarta.
MH, Nanda. 2013. Wayang dan Tokoh. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.
Sujatmono. 1992. Wayang dan Budaya Jawa. Semarang: Dahara Prize.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar