Wayang kulit
adalah wayang yang terbuat dari kulit, wayang kulit ada beberapa gaya yaitu ada
yang bergaya Surakarta, dan ada yang bergaya Yogyakarta. Pada pembahasan ini,
akan mengupas mengenai wayang kulit gaya Yogyakarta.
A.
Perincening
wayang kulit gaya Yogyakarta
Wayang kulit gaya
Yogyakarta dapat di rinci dengan bagian-bagiannya yaitu :
1.
Jenis
mata wayang
a.
Mata liyepan (mata gabahan), jenis mata
liyepan wujud manik (bagian tengah mata) menyerupai bentuk sebuah gabah atau
biji padi pada yang belum di kupas. Liyepan menggambarkan kondisi mata dalam
keadaan setengah tidur (liyep-liyep). Jenis mata ini digunakan untuk tokoh-
tokoh wayang yang bertubuh kecil, dan langsing.
b.
Mata kedelen, jenis mata ini diwujudkan
dengan bentuk menyerupai biji kedelai pada biji mata (manik) nya. Mata kedelai
digunakan untuk tokoh wayang yang bertubuh sedang atau kelompok kathongan.
c.
Mata peten, jenis mata ini diwujudkan
dengan bentuk biji petai pada biji matanya, di daerah lain (surakarta) disebut
dengan mata kedhondhongan. Mata peten diperuntukan bagi tokoh yang berbedan
kekar, tetapi memiliki perwatakan kurang terpuji.
d.
Mata thelengan, jenis ini digambarkan
dengan bentuk bulat penuh pada biji matanya, tidak diberi warna dalam
penggambaran naik, umumnya hanya memakai warna hitam saja. Pada umumnya
diterapkan pada jenis tokoh gagahan yang bertubuh pidekso.
e.
Mata flelengan, jenis mata wayang ini
digambarkan dengan bentuk bulat penuh pada biji matanya, dengan menggunakan
warna maran merah mud, merah dan hitam dalam menggambarkan maniknya, disamping
itu digambarkan pula bagian kelopak mata. Sehingga nampak menonjol. Jenis mata
ini diterapkan pada tokoh raksasa baik bertubuh kecil maupun bertubuh besar.
f.
Mata kiyeran (penanggalan), jenis mata
ini digambarkan dengan bentuk bulan sabit pada biji matanya. Jenis mata
kliyeran hanya terbatas pada tokoh- tokoh tertentu saja.
g.
Mata kiyip, jenis mata ini diwujudkan
dengan penggambaran setengah lingkaran pada biji matanya. Diperuntutkan bagi
tokoh- tokoh yang gemuk, baik berukuran kecil maupun besar.
2.
Bentuk
hidung wayang
a.
Hidung walimiring (hidung lancip), jenis
hidung wayang ini diwujudkan menyerupai bentuk pangot kecil (pisau raut kecil
yang biasa digunakan untuk membuat topeng). Jenis hidung wayang ini diterapkan
bagi tokoh wayang yang bertubuh kecil, umumnya bermata liyepan dan juga
digunakan untuk hidung putren (wayang wanita).
b.
Hidung bentulan, jenis hidung wayang ini
diwujudkan dengan bentuk yang menyerupai buah bentul (soka). Jenis hidung
wayang ini diperuntutkan bagi tokoh yang bertubuh besar atau golongan gagahan.
Umumnya tokoh yang bermata thelengan.
c.
Hidung wungkal gerang, bentuk dari jenis
hidung wayang wukal gerang ini menyerupai bentuk hidung bentulan dengan bagian
ujung tajam (meruncing) sedikit. Jenis hidung wayang ini diterapkan pada tokoh
gagahan tetapi yang memiliki watak kasar (panasbaran), umumnya dikombinasikan
dengan bentuk mata plelengan dan peten.
d.
Hidung pelokan, jenis hidung wayang ini
digambarkan seperti sebuah pelok (isi mangga), umumnya diterapkan pada tokoh
wayang yang bertubuh besar seperti tokoh raksasa dengan mata plelengan.
e.
Hidung pesekan, jenis hidung wayang ini
digambarkan dengan bentuk hidung wukal gerang yang berukuran kecil, untuk
menggambarkan bentuk hidung pesek. Jenis hidung wayang ini diterapkan pada
tokoh- tokoh kera.
f.
Hidung bunder (terong glatik), jenis
hidung ini digambarkan bulat menyerupai bentuk buah terong. Diperuntutkan untuk
tokoh tertentu seperti tokoh gareng dengan bentuk hidung terong glatik,
kemudian tokoh raksasa terong (denawa endog) dengan bentuk hidung terong kopek.
g.
Hidung belalai, jenis hidung ini
digambarkan seperti bentuk belalai binatang gajah. Dalam penerapannya digunakan
untuk menggambarkan tokoh-tokoh wayang yang berwajah seperti binatang gajah.
B. Bentuk wayang kulit gaya Yogyakarta
Wayang kulit
yang dibuat waktu jaman kerajaan. Yaitu yang dibuat oleh Jayaprana dengan
membuat wayang yang menggambarkan orang menari (bergerak) yang disebut andhadhap,
sedangkan Jaka Penatas membuat wayang yang bercirikan penggambaran orang
berdirinya. Kedua seniman itu menggunakan gaya sunggingan, namun Jayaprana
dihiasi dengan sungging drenjeman.
Ki Atak membuat
wayang kulit dengan gaya Kedhu. Bagus Riwcirig juga berkarya dengan gayanya
sendiri yang dinamakan wayang prayung (prayungan) dengan sungging
bludiran (kembangan). Kemudian anak Bagus Riwcirig yang bernama Grenteng juga
ahli dalam membuat wayang kulit. Karya yang dihasilkan adalah sunggingan yang
berbentuk sorot, yang dinamakan dengan sungging tlacapan.
C.
Ciri-ciri
wayang kulit gaya Yogyakarta
1.
Pada
dasarnya wayang kulit gaya Yogyakarta menggambarkan wayang (ringgit)
bergerak (berjalan, hal ini ditandai dengan tampilan posisi kaki yang melangkah
lebar terutama pada tokokh jangkahan (gagahan). Pada kaki kiri atau kaki
belakang digambarkan posisi telapak kakinya miring atau jinjit. Tampilan
demikian dianggap lebih gagah.
2.
Tampilan
bentuk tambun, yaitu penggambaran tubuh yang pendek dan kekar (gemuk) yang
dinamakan dengan depah. Bagian kepala agak tampak besar, posisi tubuh
menghadap ke muka, dengan posisi kaki terbuka lebar. Kaki digambarkan tampak
lebih pendek dari seharusnya, hal ini berkaitan dengan fungsi wayang dalam
pagelaran wayang, tokoh wayang Yogyakarta pada umumnya ditancapkan dengan
posisi agak renggang, jika tokoh tersebut terkena sinar dan lampu blencong,
kaki tersebut akan nampak memanjang terlihat dari belakang kelir.
3.
Wayang
kulit gaya Yogyakarta mempunyai tangan yang sangat panjang sehingga menyentuh
kaki. Dalam kegiatan menyembah membutuhkan tangan yang mampu menyentuh hidung
tokoh, sehingga dibutuhkan tangan yang panjang. Hal ini juga merupakan bentuk
ukuran bahwa tubuh hingga kaki wayang kulit Yogyakarta sebanding ukurannya
dengan tangan tokoh wayang itu. Perlu diketahui bahwa wayang kulita
gayaYogyakarta digambarkan dengan bahu belakang yang panjang.
4.
Jika
dicermati dan tatahannya, dapat diketahui bahwa hampir semua tatahan tokoh
wayang menggunakan unsur tatahan yang dinamakan inten-intenan, terutama
pada pecahan uncal kencana, sumping, turido, dan bagian busana lain.
Namun dan tatahan ini tidak menjadi unsur pokok untuk membedakan, kadang tidak
menggunakan unsur tatahan tersebut, terutama jenis wayang pedalangan yang hanya
memerlukan kapangan atau cakrik yang baik saja, dengan tatahan
yang agal sehingga lebih tahan lama.
5.
Jika
dicermati dari sunggingannya, tokoh wayang kulit gaya Yogyakarta menggunakan
sunggingan tlancapan yang pda masa lampau disebut dengan sungging sorotan,
yaitu unsur sungging yang berbentuk segitiga terbalik yang lancip-lancip seperti
bentuk tumpal pada motif kain batik. Sungging tlancapan itu difungsikan
untuk memberi dekorasi pada bagian sembuliyan yang berukuran besar,
seperti pada konca, sedangkan sembuliyan yang berukuran kecil (sembuliyan
lamba), disungging dengan menggunakan unsur sungging suwatan, yaitu
berbebtuk lacip-lancip seperti tlancapan dengan ukuran kecil-kecil.
6.
Pada
bagian siten-siten atau lemahan, yaitu bagian diantara kaki depan dan
kaki belakang, umumnya diwarna dengan merah.
D.
Penggolongan
tokoh wayang kulit gaya Yogyakarta
Pengelompokkan
golongan wayang berdasarkan pada atribut dan tokoh-tokohnya, ytaitu dapat
dibedakan menjadi golongan raton, golongan satriya termasukl di dalamnya adalah
tokoh putren dan golongan bala yang termasuk di dalamnya adalah tokoh
punakawan. Pengelompokan tokoh wayang kulit dapat didasarkan kepada karakter
tokohnya, menjadi: wayang alusan, branyak ( lanyapan ), pidegso, gagah,
(gagahan), rewondo, raseko, dan dagelan.
Dalam
buku Pedhalangan Ngoyogyakarta jilid I, disebutkan bahwa penggolongan
tokoh dapat didasarkan atas busana yang digunakan oleh tokoh wayang, menjadi:
golongan wayang makuthan praban, wayang makuthan ngore adhol, wayang kethon
(kethu atau uncit), wayang topongan praban, wayang topongan ngore adhol, dan
gendong, golongan pagagan praban, ngore adhol, gendhong, wayang gelung
keling praban, ngore adhol, dan gendhong, wayang gelung supil
urang praban, ngore praban, dan golongan ringgil seben atau sampir
(puthut, bramana, dan pandita), penggolongan tokoh wayang kulit dapat pula
dilakukan berdasar pada bentuk mata (mripatan) tokoh wayang, yang dibedakan
menjadi: golongan wayang bermata plelengan, thelengan, kedelen, kelipan
(kippan), kinceran (mata penanggalan), liyepan (gabahan).
Penggolongan
wayang kulit berdasarkan pada fungsinya dalam pagelaran wayang dapat
digolongkan menjadi: wayang simpingan, yaitu tokoh wayang yang disusun
berjajar yang terletak disamping kanan (simpingan tengen). Tokoh yang
ada dibagian kanan ini umumnya tokoh yang mukanya gemblenga/brongsong (warna
kuning emas/prada) dan warna hitam saja. Dan sebaliknya yang berjajar di
sebelah kiri (simpingan kiwa), yaitu tokoh yang disimping kiri dalang
pada umumnya terdiri berbagai tokoh wayang kulit yang tampilan mukanya diwarna,
seperti warna merah, merah muda, biru, hijau, putih, dan sebagainya. Kelompok
lainnya berdasarkan fungsinya ini adalah wayang dhudhahan, yaitu
tokoh-tokoh wayang yang sengaja tidak disusun berjajar, tetapi diletakkan
didalam kotak, atau diluar kotak disebelah kanan dan kiri dalang pada saan
pagelaran wayang kulit berlangsung.
Dalam
simpingan wayang kulit menjadi runtut dan ritmis besar kecilnya, maka
penyusunan tokoh wayang dapat ditentukan berdasar pada beberapa macam, yaitu:
1.
Wayang
simpingan kanan
a.
Golongan
wayang raton: terdiri dari tokoh triwikromo Sri batara Kresna, sampai dengan
tokoh raden danaraja (pogagan praban)
b.
Golongan
wayang gagah (gagahan): mulai dari tokoh Raden Antarejo, hingga resi
Rekhatatama (ketu dewa tanpa baju)
c.
Golongan
wayang alus (alusan): dimulai dari tokoh batara Guru hingga tokoh Prabu
Darmakusuma (gelung keling)
d. Golongan wayang Bambang (bambangan): mulai dari
tokoh wayang Raden regawa (lesmana muda) sampai dengan Raden parikesit.
e.
Golongan
Bambang jangkah: mulai dari tokoh yang berbusana puthut alus seben (sampir) hingga
pada tokoh Sang Hyang Narada.
f.
Golongan
Putren: mulai dari tokoh betari Durga hingga sampai tokoh Putren srambahan
(tokoh wayang kulit yang dapat digunakan untuk beberapa peran.
g.
Golongan
Bayen (wayang anak-anak): mulai dari tokoh Dewa Ruci sampai
wayang bayen gedhongan.
2.
Wayang
simping kiri
a.
Golongan
wayang raton: dimulai dari tokoh wayang Braholo sampai dengan tokoh wayang
raseksa bernama Begawan Bagaspati (ketu dewa oncit).
b.
Golongan
gagah (gagahan): dimulai dari tokoh Prabu Sumaliraja sampai dengan tokoh Batara
Brama (kethu dewa oncit).
c.
Golongan
raja sabrang gagah: dimulai dari tokoh sbatara Sambu (oncit praban)
sampai dengan Raden Kartopiyoga (pogagan ingore adhol).
d. Golongan gagah kedelen: dimulai dari tokoh Raden Aryo
Seto sampai dengan resi Bisma (tapen dengan busana baju)
e.
Golongan
kathciringan: dimulai Batara Endra sampai dengan tokoh wayang Prabu Sri Suwela (pogagan praban)
f.
Golongan
sabrang alus (alusan): dimulai tokoh prabu Dewasrani sampai dengan tokoh raden
Barata (pogagan ngore sampir)
g.
Golongan
alus lanyapan (baranyakan): dimulai dari Raden Narasciriia (ngore adhol)
sampai raden Manuto (denawa Bayang)
3.
Wayang
dhudhuhan
Wayang dhudhuhan yang
berada didalam kotak. Ditata mulai emblek (anyaman bambu yang digunakan untuk menata
wayang didalam kotak) dimulai dari paling bawah, adalah:
a.
Golongan
wayang binatang yang beraneka macam bentuk dan namanya
b.
Golongan
wayang setanan
c.
Golongan
wayang rasekso bermuka binatang (prajurit Guwa kiskendo, dan Raseksa
Lokapala)
d. Golongan wayang Rasekso di Ngalengko
e.
Golongan
wayang Rasekso di pringgodani
f.
Golongan
wayang Rasekso di Trajutrisno
g.
Golongan
wayang rasekso wanan atau Prajurit sabrang seperti Buta Cakil, Buta
Begal, dan sebagainya.
h.
Golongan
wayang wanara (kera)
i.
Golongan
wayang putih yang benareka macam, (dapat ditata pada eblek yang diltakkan
melintang diatas kotak atau tumumpang malang disebelah dalang).
j.
Golongan
wayang prajurit sabrang atau dugangan.
k.
Golongan
wayang Kurawa di Ngastina.
Tokoh wayang dhudhuhan yang
ditata diluar kotak dan ditaruh di eblek yang diletakkan di atas tutup kotak,
antara lain:
a.
Golongan
wayang kendaraan (titihan), seperti kreto, gajah, kuda, dan prampogan.
b.
Golongan
wayang dewa
c.
Golongan
wayang perepat punakawan, cangik, limbuk, cantrik, keparak, dan emban.
d. Golongan wayang pandhito
e.
Golongan
wayang senjata yang bermacam-macam, seperti keris, panah, gadha, pedang,
bindhi, dan sebagainya. Di samping itu ada juga wayang binatang yang berukuran
kecil, seperti burung, landhak, kancil, dan sebagainya.
E.
Unsur
tatahan wayang kulit gaya Yogyakarta
1. Tatahan
bubukan
Tatahan bubukan adalah
bentuk tatahan wayang kulit yang menyerupai rumah bubuk atau binatang perusak
kayu yang berbentuk bulat-bulat dengan diameter sekitar 0,2 mm atau lebih.
2. Tatahan
semutdulur
Tatahan semutduler bentuknya
adalah persegi panjang dengan bentuk potongan (pathetan) melengkung
kedalam, kemudian bentuk lubang tatahan itu disusun menyamping hingga membentuk
suatu garis.
3. Tatahan
Langgatan
Tatahan langgatan bentuknya
seperti langgat yaitu sebuah alur yang cukup panjang dengan bagian lebar
dipotong melengkung keluar. Bentuknya hampir sama dengan tatahan semutdulur
tetapi lebih panjang hingga mencapai 3-5 kalinya.
4. Tatahan
bubukiring
Tatahan bubukiring
adalah unsur tatahan wayang kulit yang bentuknya bulat setengah lingkaran
(setengah bulatan).
5. Tatahan
inten-intenan
Tatahan inten-intenan
adalah unsur tatahan wayang kulit yang digunakan untuk menggambarkan berbagai
perhiasan yang berupa intan maupun permata yang lazim digunakan oleh para raja
atau tokoh yang lain.
6. Tatahan
Langgatbubuk
Tatahan langgatbubuk
merupakan unsur tatahan wayang kulit yang terjadi dan perpaduan antara tatahan
langgatan dan bubukan, kemudian disusun menyamping secara selang seling,
sehingga membentuk suatu garis.
7. Tatahan
Sembuliyang
Tatahan sembuliyang
adalah unsur tatahan wayang kulit yang diperuntukan dalam menggambar
lipatan-lipatan kain atau draferi. Bentuk tatahannya tidak jauh berbeda
dan tatahan langgatbubuk, tetapi pada bagian langgatnya dibuat
meruncing.
8. Tatahan
kawatan
Tatahan kawatan
bentuknya berupa lubang alur yang melengkung dan dibuat berulang-ulang disusun
berjajar menyamping, sehingga membentuk keratan-keratan kulit yang kecil
seperti kawat.
9. Tatahan
seritan (tatahan rambut)
Tatahan seritan
adalah unsur tatahan wayang kulit yang digunakan untuk menggambarkan rambut
dari tokoh-tokoh wayang.
10. Tatahan
patran
Tatahan patran
merupakan unsur tatahan wayang kulit yang menggambarkan dedaunan.
11. Tatahan
Semen dan motif kain kampuh
Tatahan semen adalah
unsur tatahan semen dalam wayang kulit digunakan untuk menggambarkan
motif-motif kain dari kampuh atau dodot yang dikenakan oleh tokoh-tokoh
wayang, sehingga bentuknya sangat bervariasi.
12. Tatahan
Srunen
Tatahan srunen
merupakan unsur tatahan wayang kulit yang berfungsi untuk menggambarkan
berbagai jenis bunga.
13. Tatahan
Wajikan
Tatahan wajikan
merupakan unsur tatahan wayang kulit yang berfungsi sebagai pelengkap dari
jenis tatahan inten-intenan.
14. Tatahan
mas-masan
Tatahan mas-masan
merupakan unsur tatahan wayang kulit yang digunakan untuk menggambarkan
perhiasan dari emas.
Tabel 1
Bagian busana wayang yang ditatah dan unsur tataban
yang diterapkan
No
|
Bagian busana wayang
|
Unsur tatahan yang ditetapkan
|
1
|
Nyamat
|
Mas-masan pucuk, langgatan, inten-inten, kawatan
|
2
|
Karawista
|
Langgatan, mas-masan
|
3
|
Turidho
|
Mas-masan, inten-inten, wajikan, kawatan, langgat
bubuk, bubuk iring (ceplik)
|
4
|
Jaman sulaiman
|
Mas-masan
|
5
|
Jamang
|
Mas-masan
|
6
|
Jungkat penantas
|
Langgat bubuk, semutdulur, mas-masan, kawatan,
inten-inten dan wajikan
|
7
|
Bledegan/Gelapan
|
Mas-masan rangkap, mas-masan, inten-inten dan
wajikan
|
8
|
Kentowala
|
Langgat bubuk
|
9
|
Mangkara
|
Mas-masan, kawatan, inten-inten
|
10
|
Sumping
|
Mas-masan, kawatan, srunen, inten-inten, dan wajikan
|
11
|
Rembing
|
Langgatan, srunen, mas-masan, inten-inten
|
12
|
Pupuk jarot asem
|
Patran, langgatan, mas-masan
|
13
|
Rambut/gelung
|
Seritan (rambut), gayaman atau gimbal
|
14
|
Rambut geni
|
Langgat bubuk
|
15
|
Praba
|
Mas-masan, patran, langgatan
|
16
|
Ulur-ulur nagapasa
|
Mas-masan, inten pat-patan, cuplik, bubuk iring,
inten-inten
|
17
|
Kalung (tanggalan)
|
Srunen, inten pat-patan, mas-masan, inten-inten,
kawatan
|
18
|
Tali praba
|
Langgat bubuk, mas-masan
|
19
|
Kalung (untuk punggawa)
|
Langgat bubuk, sembuliyan
|
20
|
Rimong
|
Sembuliyan
|
21
|
Sampir
|
Langgat bubuk, sembuliyan
|
22
|
Baju
|
Langgat bubuk
|
23
|
Jubah
|
Langgat bubuk
|
24
|
Manggaran
|
Sembuliyan
|
25
|
Keris (wangkingan)
|
Langgat bubuk
|
26
|
Semekan
|
Langgat bubuk
|
27
|
Pinjong
|
Langgat bubuk, sembuliyan
|
28
|
Odolan
|
Seritan (rambut) gayaman
|
29
|
Odolan gendong
|
Seritan (rambut) gayaman
|
30
|
Kelatbahu
|
Mas-masan, langgat bubuk, mas-masan puncuk,
inten-inten
|
31
|
Gelang
|
Mas-masan, langgatan, langgat bubuk
|
32
|
Cincin
|
Bubukan
|
33
|
Timang (slepe)
|
Srunen, mas-masan, inten pat-patan, kawatan
|
34
|
Gelang kaki
|
Mas-masan, langgatan, bubukan
|
35
|
Uncal kencana
|
Srunen, mas-masan, inten-inten, inten pat-patan,
mas-masan puncuk, wajikan
|
36
|
Uncal wasto
|
Sembuliyan, langgat bubuk
|
37
|
Badong
|
Langgat bubuk
|
38
|
Kepuh
|
Langgat bubuk, bubukan
|
39
|
Dodot atau kampuh pocong
|
Langgatan, rumpilan, srunen, bubukan, semutdulur,
kawatan
|
40
|
Dodot kampuh jangkahan
|
Langgat bubuk
|
41
|
Konca
|
Langgat bubuk, dan sembuliyan
|
42
|
Celana
|
Langgat bubuk, dan sembuliyan
|
43
|
Lemahan
|
Langgatan
|
44
|
Muka
|
Kawatan (athi-athi)
|
F.
Unsur
sungging wayang kulit gaya Yogyakarta
1.
Sungging
Tacapan
Merupakan unsur atau motif sungging yang berbentuk
tumpal yang disusun berjajar menyamping, jenis unsur sungging ini diterapkan
pada sembuliyan atau uncal wasto dan bagian-bagian lain pada busana wayang
khusus untuk tokoh gagah.
2.
Sungging
Sawutan
Bentuknya lancip-lancip seperti bentuk payung tertutup
dengan ukuran kecil-kecil yang disusun berderet kesamping.
3.
Sungging
Kelopan
Teknik menyungging dengan mengikuti bentuk benda yang
disungging, dengan
menggunakan
sistem gradasi.
4.
Sungging
Cawen
Merupakan guratan kecil yang tersusun menyamping
sesuai dengan bentuk benda yang di sungging. Sungging ini merupakan dekorasi
dari sungging lainnya.
5.
Sungging
Balesan
Merupakan garis kontur untuk mempertegas bidang
sungging. Di samping itu berfungsi pula sebagai garis pembatas antara, dua
bidang yang harus dipisah.
6.
Sungging
Drenjeman
Bentuknya titik-titik yang didalam seni batik dikenal
dengan istilah cecek. Titik-titik yang dibuat itu dengan ukuran dan
jarak yang sama.
7.
Sungging
Waleran
Bentuk-bentuk dekorasi selain guratan (cawen)
dan titik (dranjeman).
8.
Sungging
Bludiran
Umumnya menggambarkan alam flora yang terdiri dari
daun-daunan, bunga, sulur-sulur yang telah mengalami stilasi.
9.
Sungging
Cinden
Merupakan bentuk dekorasi dalam sungging wayang kulit
yang berbentuk geometris seperti motif-motif pada anyaman atau tenunan.
10.
Sungging
Ulat-ulatan (raut muka)
Motif sungging yang berkaitan dengan wajah tokoh.
11.
Sungging
Kampuh (dodot)
Sungging yang berkaitan dengan motif-motif kain yang
digunakan untuk tokoh-tokoh wayang.
G.
Bagian
wayang kulit yang disungging
1.
Busana
bagian mahkota
a.
Nyamat
b.
Karawiatha
c.
Jamang
sulaman
d.
Jungkat
penatas
e.
Jamang
f.
Turido
g.
Bledegan
(gelapan)
h.
Kentowala
i.
Sumping
j.
Rembing
k.
Pupuk
jarot asem
l.
Rambut
gelung/adolan
m.
Muka
2.
Busana
bagian tubuh
a.
Praba
b.
Ulur-ulur
nagapasa
c.
Tali
praba (kawong)
d.
Kalung
(tanggalan)
e.
Rimong
f.
Sampir
g.
Baju
h.
Jubah
i.
Menggaran
j.
Keris
(wangkingan)
k.
Semekan
l.
Pinjol
m.
Odolan
n.
Odolan
gendong
3.
Busan
bagian tangan
a.
Kelat
bahu terdiri dari nangrangan (naga karang-rang), candrakirana, kelat bahu
punggawa raksasa, kelatbahu denawaraja, pungga, kelatbahu calumpringan,
kelatbahu garuda, dan kelatbahu dagelan
b.
Gelang,
terdiri dari gelang calumpringan, gelang denawa, gelang prajurit/bala (gelang
kuna), gelang bambang (binggel), dan gelang dagelan.
c.
Cincin,
terdiri cincin raton dan cincin dagelan/bala.
4.
Busana
bagian bawah (kaki)
a.
Timang
(slepe)
b.
Gelang
kaki
c.
Uncal
kencana
d.
Uncal
wastra
e.
Badong
f.
Kepuk'
g.
Dodot
pocong
h.
Dodot
jangkahan
i.
Konca
j.
Celana
k.
Lemahan
(siten-siten)
H.
Makna
warna dalam wayang kulit gaya Yogyakarta
Dalam warna pada
dasarnya dibagi menjadi tiga yaitu: pertama Hue berkaitan dengan panas dan
dinginnya warna. Hue adalah istilah yang menunjukkan warna dari suatu warna,
seperti merah, hijau, biru dan sebagainya. Kedua, volue yang mempengaruhi gelap
terangnya warna. Ketiga, intensity yang berpengaruh terhadap cerah dan suramnya
warna.
Warna yang
digunakan dalam sungging wayang kulit tidak hanya sekedar memperindah
penampilan, tetapi memiliki nilai yang lebih mendalam, yaitu berkaitan dengan
masalah simbol atau perlambang. Perlambangan itu berkaitan dengan sifat atau
karakter tokoh wayang, namun ada pula yang berhubungan dengan masalah
pertunjukan wayang kulit itu sendiri. Adanya warna pada wayang kulit juga
merupakan penggambaran yang berkaitan dengan masalah budaya dan kepercayaan
masyarakat pendukung wayang kulit purwa tersebut.
Warna yang
berkaitan dengan karakter tokoh wayang kulit dapat diperhatikan dari muka
tokohnya. Warna polos pada muka tokoh wayang ada beberapa macam seperti merah
atau merah muda, hitam, putih, peraha atau kuning emas, biru dan hijau, dengan
perwatakan yang bermacam-macam pula. Tokoh muka wayang yang berwarna merah atau
merah muda menggambarkan sifat perwatakan yang keras, kurang sabar, mudah emosi
(panas-baran), pemberani, panas, dan angkara. Muka hitam merupakan
penggambaran sifat perwatakan sentausa, bijaksana, langgeng, luhur, dan
bertanggungjawab. Muka putih perwatakannya bersifat bersih dan suci. Muka
perana (kuning emas) menggambarkan perwatakan yang sedang (sepadho-padho/tepo
sliro). Muka biru atau hijau menggambarkan sifat perwatakan yang picik,
berpandangan sempit, penakut, dan tidak bertanggungjawab.
I.
Wanda
wayang kulit Yogyakarta
Walaupun ada
beberapa tokoh yang memiliki wanda yang lebih dari sepuluh, namun pada dasarnya
wanda pada wayang kulit purwa hanya dibedakan menjadi tiga macam, sebagai
berikut:
1.
Wanda
wayang yang menggambarkan keadaan tenang, tidak menunjukkan apa-apa,
digambarkan dengan posisi muka paling menunduk dengan badan paling condong ke
depan, ditampilkan pada adegan pasewakan atau jejeran (audiensi).
2.
Wanda
wayang yang menggambarkan sikap wayang tegap, siaga dan aktif.
Digambarkan dengan tubuh
yang tegak, muka sedikit lebih tengadah dan jatuh arah pandangannya lebih jauh,
dimanfaatkan untuk tokoh yang dalam perjalanan, perlawatan atau adegan yang
memerlukan kesiapan mental.
3.
Wanda
yang menggambarkan keadaan tokoh dalam emosional yang tinggi dan meluap-luap,
diwujudkan dengan muka tokoh lebih tengadah dengan badan sangat tegak bahkan sedikit
condong ke belakang. Wanda yang demikian digunakan dalam adegan perang atau
amuk-amukan, yaitu perang kasar yang telah meninggalkan aturan yang ada.
J.
Bahan-bahan
untuk wayang kulit
1. Bahan
baku untuk wayang kulit
Bahan baku untuk membuat wayang kulit adalah kulit
binatang. Sudah turun temurun sejak jaman madya kulit yang digunakan yaitu
kulit kerbau atau kulit sapi. Kulit kerbau sebelumya harus diolah terlebih
dahulu agar dapat digunakan untuk pembuatan wayang kulit. Pengelolaannya
sebagai berikut:
a.
Penipisan
kulit (ngerok kulit)
b.
Penurunan
kadar air (pengeringan)
1)
Ditarang
2)
Diolesi
dengan pasta kapur sirih
2. Bahan
baku sungging wayang kulit
Bahan merupakan bagian
terpenting yang turut mendukung dalam mewujudkan sesuatu produk, termasuk
disini adalah sungging wayang kulit. Bahan yang baik akan menghasilkan produk
yang berkualitas, bila didukung oleh ketrampilan dan kreativitas yang memadai.
Dalam Sungging wayang kulit, bahan yang harus di persiapkan adalah sebagai
berikut.
a.
Bahan
pewarnaan tradisional (alami)
b.
Bahan
pewarnaan pigmen (bubukan)
c.
Bahan
pewarna pasta
d. Perekat Ancur Lempeng
e.
Bahan
perekat Ancur mutiara (otot)
f.
Bahan
perekat Modern
K.
Langkah
pembuatan wayang kulit Yogyakarta
1.
Langkah-langkah
natah wayang kulit
a.
Nyorek
Kegiatan
nyorek dalam kegiatan membuat wayang adalah pembuatan gambar dasar atau dapat
pula disebut sketsa, yang dilakukan pada lembaran kulit dengan menggunakan alat
tatah corekan.
b.
Anggebing
Anggebing
adalah kegiatan menatah bagian garis tepi dari sketsa wayang pada selembar
kulit, sehingga akan memperoleh bentuk wayang secara global, yang dalam dunia
pewayangan dinamakan dengan gatra wayang.
c.
Anggempur
Anggempur
adalah kegiatan dalam natah wayang kulit pada bagian detail pada bagian-bagian
yang harus ditatah. Proses anggempur dilakukan dengan terlebih dahulu menatah
bagian pokok atau garis-garis pokok yang berkaitan dengan struktur dalam bentuk
wayang.
d.
Ambedhah
Ambedhah
adalah kegiatan menatah pada bagian muka tokoh wayang, dan kegiatan ini
merupakan yang paling sukar dalam menatah wayang kulit.
2.
Langkah-langkah
menyungging wayang kulit
a.
Andasari
(Dasaran)
Andasari
merupakan kegiatan yang paling awal dalam menyungging wayang kulit, yaitu
memberi warna dasar pada seluruh bidang wayang kulit secara merata dan tipis.
b.
Amerna
(mewarnai) dan Isen-isen
Amerna
yang dimaksudkan adalah menerapkan warna pada bidang-bidang sungging wayang
kulit terutama pada busana wayang tersebut, seperti jamang, makutho,
sumping, uncal, praba, sembuliyan, dodot (jarik), sonder, gelapan, kelatbau,
gelang, dan sebagainya, dengan menerapkan unsur sungging sesuai dengan
aturan yang berlaku dalam menyungging wayang.
c.
Angelus
(ambabar)
Angelus
adalah langkah terakhir dalam menyungging wayang kulit, dengan melapisi seluruh
permukaan kulit yang telah diwarna itu dengan bahan penutup (couthing)
yang tembus pandang secara menyeluruh. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah
untuk melindungi warna-warna sungging dalam wayang kulit itu dari serangan
Hama, memberikan perlindungan terhadap warna dari sinar yang merusak, membuat
lebih kuat, lebih mengkilat yang pada akhirnya warna-warna itu akan tahan lama.
TOKOH
WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA
SIMPINGAN
KANAN
Simpingan adalah salah
satu cara untuk menampilkan tokoh – tokoh wayang kulit ketika pergelaran wayang
dilaksanakan. Pada dasarnya simpingan memiliki dua tujuan, yaitu untuk
mempermudah dalam mempersiapkan tokoh – tokoh wayang kulit yang akan digunakan
untuk pergelaran wayang, kemudian juga berfungsi sebagai penghias diri panggung
pertunjukan, sehingga lebih menarik dan mempesona. Simpingan dari kata simping
yaitu menata wayang secara berjajar di sebelah kanan dan kiri kelir dengan
memperhatikan ukuran besar kecilnya wayang yang ditata dari ukuran yang besar
ke arah yang kecil. Untuk mengetahui simpingan itu bagus atau tidaknya dapat
dilihat dari runtutnya garis yang berbentuk dari bahu wayang yang ditata
sambung menyambung lemah dan keruntuhan lemahan (bagian wayang kulit yang
menggambarkan lemah atau tanah, yang umumnya dicat dengan warna merah) dari
tokoh – tokoh wayang – wayang ditata.
Dalam menymping wayang
juga harus diperhatikan tentang jarak antara wayang satu dengan yang lainnya,
terutama dalam penancapan gapit pada batang pisang. Jika penancapan gapit
wayang itu terlalu dekat akan berakibat wayang simpingan terlalu rapat,
sebingga sukar untuk dicabut, disamping itu akan dapat membuat batang pisang
itu pecah seperti terbelah.
Dalam simpingan wayang
secara tradisional diketahui antara simpingan kanan dan kiri diusahakan
panjangnya hampir sama, hal ini digunakan untuk mencapai keseimbangan antara
bagian kanan dan bagian kiri simetris sehingga jika dipandang menjadi sangat
baik. Jika tidak simetris atau botsih penyusunan
wayang dan panggung itu tampak kurang menarik karena tidak ada keseimbangan
dalam menata wayang kulit itu.
Tokoh wayang yang akan
disimping pada bagian kanan ini terdiri dari tokoh – tokoh yang berwatak
satria, yang sebagian besar berposisi muka tumungkul, dengan karakter tokoh
luruh. Tokoh – tokoh wayang kulit yang disungging dengan warga gembleng atau
brongsong, atau tokoh yang berwarna hitam saja yang akan disimping pada bagian
kanan ini. Tokoh – tokoh simpingan kana disampaikan dalam lembar – lembar
berikut.
DEWA
MAMBANG
Dewa Mambang adalah
raksasa jadi –jadian yang berukuran sebesar gunung, di samping berukuran besar
memiliki kesaktian yang luar biasa. Tokoh yang menadi Dewa Mambang adalah Prabu
Yudistira (Puntadewa). Ketika Puntadewa pikirannya kacau dan hatinya sedih,
maka akan membuat dirinya berubah menjadi raksasa. Okoh yang dapat
mengembalikan ke bentuk semula adalah Batara Kresna dengan jalan harus berubah
wujud pula menjadi Brahala.
Dewa Mambang termasuk
dalam wayang berukuran khusus, karena akan disimpng paling kanan pada simpingan
kanan dalam pergelaran wayang. Ia berwujud raksasa, dengan posisi tumungkul dengan bermata dua berbentuk plelengan hidung pelokan, mulut ngablak
dengan gigi dan taring yang tajam bagaipisau cukur. Ia bersumping banaspati
yang dibentuk seperti sumping sorengpati dengan badan raksasa dan posisi kaki
jangkahan brahala dengan motif parang rusak. Rambutnya gimbal yang terurai
hampir menyentuh kaki. Tangan kiri irasan dengan posisi jari – jari mengepal.
Ia berhias dengan ular baik sebagai kalug, gelang, kelatbahu, maupun gelang
kaki. Ada kalanya di sela – sela rambut itu digambar dengan linsa, yaitu
berbentuk gelapan utah – utah pendek dengan ukuran yang kecil. Tokoh ini
ditampilkan denfan muka dan tubuh berwarna putih atau muka dan tubuh gembleng.
JAYAPUSAKA
Jayapusaka merupakan
perwujudan lain dari Werkudara, yaitu Werkudara dalam busana raja, ketika
Werkudara meninggalkan negara Amarta dan menjadi raja di negara Gilingwesi
dengan gelar Jayapusaka.
Jayapusaka tergolong
tokoh gagahan dengan karakter luruh
dengan posisi muka tumungkul dengan mata
thelengan, hidung bentulan dan
mulut salitan dengan kumis tebal,
berjenggot dan cambang yang lebat. Ia
bermahkota makuta dengan hiasan turida,
jamang susunl jamang sulaman, jungkat penatas, karawitan, anton – anton,
nyamat, sumping pandan binethot dan gelapan
utah – utah walik. Di samping itu mengenakan rembing dan pupuk jarit asem.
Badan gagahan dengan ulur – ulur naga
mamongsa, memakai praba sebagai simbol keagungannya sebagai seorang raja,
dengan tali praba bermotif bludiran. Posisi kaki jangkahan sena dengan sepasang
uncal kencana, dodot bermotif poleng bang
bintulu, ada penggambaran kepala naga pada kakinyayang dinamakan porong.
Atribut yang lainnya adalah memakai gelang
candrakirana, kelatbahu candrakirana
dan memakai keroncong, disamping itu
tangan berkuku pancanaka. Tokoh ini ditampilkan dengan muka hitam dengan badan gembleng atau ditampilkan brongsong.
BATARA
BAYU
Batara
Bayu adalah putra sang hyang Jagatnata raja par dewa dengan permaisurinya yang
bernama Dewi Umayi. Ia merupakan dewanya angin (bayu) dan merupakan salah satu
dewa yang tiga puluh itu. Tanda – tanda sebagai penguasa bayu (angin) memakai
kain poleng, berkuku pancanaka dan berpupuk
jarot asen. Beberapa tokoh yang
termasuk dalam kelompok ini (tunggal bayu) antara lain: Anoman, Werkudara, Wil
Jayawreksa, Begawan Maenaka dan Liman Situbanda (gajah sena).
Batara
Bayu tergolong tokoh gagahan dengan
karakter luruh dengan posisi muka tumungkul
dengan mata thelengan, hidung bentulan dan mulut salitan dengan kumis tebal, berjenggot dan cambang yang lebat. Ia
bermahkota uncit dengan hiasan turida, jamang susun, uncit bermotif
bludiran, sumping pandan binethot dan gelapan utah – utah walik. Di samping
itu mengenakan rembing dan pupuk jarit asem serta rambut ngore odol gembelan. Badan gagahan dengan ulur – ulur naga mamongsa, memakai praba sebagai simbol
keagungannya sebagai seorang raja, dengan tali praba bermotif bludiran. Posisi kaki jangkahan sena dengan
sepasang uncal kencana, dodot bermotif poleng bang bintulu. Atribut yang
lainnya adalah memakai gelang candrakirana, kelatbahu candrakirana, dan memakai
keroncong, disamping itu tangan berkuku pancanaka. Tokoh ini ditampilkan dengan
muka hitam dengan bahan gembleng atau ditampilkan brongsong.
RAMABARGAWA
Ramabargawa
yang disebut juga dengan nama Jamadagni, Yasadarma yang berdiam di pertapaan
Argapura, adalah seorang resi atau pendeta yang termasuk dalam brahmacari, ia
adalah putra resi Wiragni di padepokan Jatisarana.
Ramabargawa
tergolong tokoh wayang gagahan, dengan posisi muka tumungkul, bermata
thelengan, hidung bentulan dan bermulut salitan dengan kumis, jenggot dan
cambang yang tebal.ia memakai sumping mangkara ikat kepala wastra dengan
bermotif kembangan. Rambut terurai hingga bahu, ia memakai rembing. Tubuhnya gagahan
dengan penggambaran gajah gelar di dadanya. Posisi kaki dengan jangkahan
senadengan dodot bermotif parang rusak. Ia memakai gelang binggel. Tokoh ini
ditampilkan dengan muka dan tubuh berwarna hitam. Tokoh ini dibuat polos tanpa
perhiasan.
RADEN
WERKUDARA
Werkudara
adalah salah satu Pandawa yang sangat populer dalam Mahabarata. Ia adalah putra
prabu pandudewanata dengan Dewi Kuntinalibranta. Werkudara berpenampilan luruh,
bermata thelengan, hidung bentulan dan bemulut salitan dengan kumis, jenggot
dan cambang yang amat tebal. Ia bermahkota gelung supit urang jenis minangkara,
bersumping pandang binethot, dengan memakai pupuk mjarot asem dan anting –
anting bayu. Tubuh gagahan alus, dengan simbar jaja dan gajah gelar dengan
jangakahan sena. Pada bagian kaki digambari kepala nagaraja (porong) dengan
konca bayu. Kampuh bermotif poleng bang bintulu aji, dengan tiga macam warna
merah, hitam dan putih. Atribut yang lain adalah kuku pancanaka, kelatbahu dan
gelang candrakirana. Werkudara ditampilkan dengan muka hitam badan gembleng
atau muka dan badan gembleng. Wanda : lintang (bayu kusuma), bugis dan indhu.
PULASIO
Pulasio
adalah nam lain dari gajah wreka, yaitu saudara tungal Bayu dari Batara Bayu,
disamping itu ada yang lain seperti Anoman, Gajah Situbonda, dan Gunung
Maenaka. Tokoh ini akan memberi bantuan kepada saudara tuggal bayu lainnya jika
diperlukan, terutama berkaitan dengan jika akan melakukan perjalanan cepat, ia
akan membantu dengan kekuata anginnya.
Pulasio
termasuk dalam kelompok tokoh gagahan, dengan karakter luruh, posisi muka
tumungkul. Dengan mata plelengan, hidung wungkal gerang, mulut ngablak dengan
kumis, jenggot dan cambang yang lebat seperti lazimnya raksasa. Ia bermahkota
gelung supit urang, dengan hiasan turida, jamang dan sumping mangkara. Badan
gagahan dengan penggambaran gajah gelar di dadanya. Posisi kaki jungkahan sena,
dengan motif dodotnya poleng bang bintulu aji. Ia memakai kalung tanggalan,
memakai rembing. Atribut yang lain memakai kelatbahu candrakirana, gelang
candrakirana dan memakai keroncong. Posisi jari – jari tangan tokoh ini
bentuknya sama dengan jari – jari raksasa. Tokoh ini ditampilkan dengan muka
dan badan putih mulus dengan penggambaran bulu – bulu pada seluruh tubuhnya.
WIJOSENA
JAGAL
BILAWA/ABILAWA
GANDAMANA
RADEN
ANTAREJA
RADEN
GATOTKACA
HYANG
BARUNA
RADEN
ANTASENA
PUTHUT
GURITNA
WISNUKAPIWARA
ANOMAN
REKATATAMA
GEDAWANGANNALA
BATARA
GURU
BATARA
WISNU
BATARA
KRESNA
NARASINGAMURTI
RAMA
WIJAYA
BATARA
KAMAJAYA
BATARA
ASMARA
SANTANU
WISNU
ANJALI
PALASARA
RESI
MANUMAYASA
LEGAWA
LEKSMANA
PUNTADEWA
RADEN
ARJUNA
LAMBANGKARA
CIPTONING
MINTARAGA
DANANJAYA
PRABU
YUDISTIRA
PUTHUT
JAYASEMEDI
DEWABRATA
PRABU
PANDUDEWANATA
BAMBANG
SURYATMAJA
BAMBANG
PERMADI
BAMBANG
SRAMBANGAN
WIJAKANGKA
SRI
SUWELA
WINDU
SEJATI
RADEN
ABIMANYU/ANGKAWIJAYA
BATARA
SURYA
BATARA
MAHADEWA
PANDU
BAMBANG
SUMITRA
PANCAWALA
BAMBANG
IRAWAN
SIDAPEKSA
BAMBANG
SUMANTRI / SUWANDA
PUTHUT
JAYASAMPURNA
NARADA
ARIMBI
YAKSI
DEWI
JEMBAWATI
DEWI
RUKMINI
DEWI
SETYABOMA
DEWI
DRESNALA
DEWI
ERAWATI
DEWI
BANOWATI
DEWI
GENDARI
GAGAR
MAYANG
LELENGMANDARU
BETARI
UMA
DEWI
MADRIM
DEWI
AMBA
DEWI
WARA SRIKANDI
DEWI
SRI
DEWI
SURTIKANTHI
DEWI
REKATAWATI
DEWI
TRIJATA
DEWI
TITISARI
DEWI
KUNTI
DEWI
DRUPADI/ DURPADI
DEWI
SINTA
DEWI
WARA SEMBADRA
DEWA
RUCI
BAYEN
TOKOH
WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA SIMPINGAN KIRI
Seperti halnya
simpingan kanan, simpingan kiri memiliki karakter yang sangat khusus, yaitu
tokoh-tokoh yang disusun berjajar dalam bagian kiri dalang diambil dari
tokoh-tokoh yang berkarakter angkara murka dan berwujud raksasa, tokoh gusen
dan tokoh lainnya yang pada umumnya mukanya dibuat berwarna, baik warna merah,
biru, jambon, putih dan gembleng dengan posisi muka langak atau longok.
Walaupun dalam
ceritanya ada tokoh wayang berwatak satria seperti tokoh sadewa, wisanggeni,
dan tokoh-tokoh pandawa lainnya, karena posisi mukanya langak, maka dalam
simpingan dimasukkan dalam simpingan kiri. Dalam menyimping wayang harus juga
diperhatikan tokoh wayang yang disimping pada umumnya hanya terbatas pada tokoh
yang berbusana raja, satria dan putren, dan sebagainya. Namun hampir tidak
pernah dijumpai tokoh-tokoh bala atau punakawan menjadi materi dalam simpingan.
Posisi wayang yang disimping bermula dari tokoh yang berukuran besar kemudian
berangsur-angsur kepada tokoh yang semakin kecil ukurannya, terakhir adalah
tokoh bayen yang bermula raksasa. Perlu dicermati dalam menyimping wayang kulit
berkaitan dengan runtutnya ukuran wayang terutama urutan tingginya. Cara yang
paling mudah adalah dengan mencermati garis yang terbentuk dari sambungan bahu
tokoh wayang dari besar kearah kecil atau dapat dilakukan pula dengan
memperhatikan garis yang dibuat atas sambungan lemahan tokoh wayang yang
disimping. Jika garis itu runtut, berarti simpingan wayang itu sudah benar,
tetapi adakalanya ada wayang yang dinamakan berukuran majujak ukurannya tidak
runtut jika disandingkan dengan tokoh yang lainnya, maka tokoh wayang ini akan
membuat simpingan tidak baik.
Tokoh- tokoh itu
sebagai berikut:
BRAHALA
RADEN
KUMBAKARNA
KALA
SRENGGI
BATARA
GANA
BATARA
KALA
BATARA
YAMADIPATI
BAGASPATI
( GUNDAWIJAYA)
NIRWATAKAWACA
PATIH
PRAHASTA
JAMBUMANGLI
GETAH
BANJARAN
WESIAJI
DASAMUKA
KORDA
DASAMUKA
RAHWANA
KARNAMANDRA
SUYUDANA
JAKA
PITANA
BATARA
BRAMA
BATARA
SAMBU
PRABU
BALADEWA
SITIJA
BOMANARAKASURA
NARPATI
SUGRIWA
BUKBIS
BOGA
DENTA
BOGA
SURA
MEGANANDA
INDRAJIT
BRAJAMUSTI
NARANTAKA
SAKSEDEWA
TRI
WARNA
KANGSADEWA
GARDAPATI
DEWANTAKA
RUPA
KENCA
KENCAKARUPA
RESI SETA
TOKOH-TOKOH
WAYANG RAMAYANA
1.
Anggada
Anggada adalah seorang tokoh wayang dalam cerita
Ramayana. Ayah Anggada bernama Subali, dan ibunya bernama Tara, seorang
bidadari. Paman Anggada bernama Sugriwa.Wujudnya yaitu kera berbulu merah dan
wanara muda yang sangat tangkas adan gesit. Dalam kitab Ramayana, disebutkan
bahwa ia dapat melompat sejauh sembilan ratus mil. Anggada adalah anak buah
dari Rama.
2.
Anjani
Anjani adalah putri
sulung Begawan Gotama dari pertapaan Gratina di gunung Sukendra, ayah yang
sebenarnya adalah Bathara Surya. Ibunya adalah seorang bidadari bernama Indradi
atau Windradi. Adiknya dua laki-laki semua, bernama Subali (Guwarsa) dan
Sugriwa (Guwarsi). Peristiwa Cupumanik Astagina, merubah wujud Anjani yang
semula adalah seorang yang cantik, kemudian berubah menjadi wanita berwajah
kera.
3.
Dasarata
Dasarata adalah
seorang raja keturunan Ikswasu dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau
diansti Surya.
4.
Hanoman
Hanoman atau
hanuman berwujud kera putih, tetapi dia dapat berbicara dan beradat istiadat
seperti manusia. Hanoman adalah putra Bathara Guru dengan Anjani. Ia mendapat
anugerah Cupumanik Astagina, ditakdirkan berumur panjang, hidup zaman Ramayana
sampai zaman Mahabarata bahkan sampai awal atau memasuki zaman Madya. Hanoman
memiliki beberapa kesaktian. Ia dapat bertiwikrama, memiliki aji Sepiangin
(dari Bathara Bayu), aji pameling (dari Bathara Wisnu), dan aji Mundri (dari
Resi Subali).
Tata pakaiannya
melambangkan kebesaran antara lain: pupuk Jarotasem Ngrawit, gelung Minagkara,
kerat bahu Sigar Blibar, kampuh atau kain poleng berwarna hitam, merah dan putih,
gelang atau binggel Candramurti, dan ikat pinggang Akar Mimang.
Hanoman juga
dikenal dengan nama Anjanipura (putra Dewi Anjani), Bayurada (putra Bathara
Bayu), Bayusiwi, Guruputra (putra Bathara Guru), Handayapati (berkekuatan
sangat besar), Yudawisma (panglima perang), Haruta (angin), Maruti, Palwagesata
(kera putih), Prabancana, Ramandayapati (putra angkat Rama), Senggana (panglima
perang), Suwiyuswa (panjang usia), dan Mayangkara (roh suci, gelar setelah
menjadi pendeta di Kendalisada).
5.
Indrajit
Menurut versi
Jawa, Indrajit bukan putra kandung Rahwana, melainkan hasil ciptaan Wibisana.
6.
Jatayu
Jatayu adalah
putra dari Aruna dan keponakan dari Garuda. Jatayu adalah seekor burung yang
melihat kejadian penculikan Sinta oleh Rahwana.
7.
Kumbakarna
Kumbakarna
adalah saudara kandung Rahwana, raksasa dari Alengka. Kumbakarna adalah seorang
raksasa yang sangat tinggi dan berwajah mengerikan, tetapi bersifat perwira dan
sering menyadarkan perbuatan kakaknya yang salah. Kelemahannya adalah tiduer
selama enam bulan, selama menjalani masa tidur dia tidak akan mengerahkan semua
kekuatannya. Ayah Kumbakarna adalah Wisrawa dan ibunya bernama Sukesi.
8.
Laksamana
Laksmana adalah
putra Raja Dasarata dan merupakan adik tiri dari Rama.
9.
Lembusura
dan Maesasura
Lembusura adalah
saudara Maesasura. Lembusura berbadan manusia besar dan berkepala sapi. Sedangkan Maesasura adalah seorang manusia
besar seperti raksasa berkepala kerbau. Lembusura dan Maesasura sejak kecil
gemar bertapa untuk mencari ilmu kesaktian. Salah satu guru mereka yang
terkenal adalah Begawan Wisalodra.
10.
Rahwana
Rahwana adalah
anak dari Sukesi dan Wisrawa. Rahwana lahir dengan kepribadian setengah
brahmana dan setengah raksasa. Rahwana terkenal sebagai penakluk tiga dunia,
sekaligus penakhluk wanita. Rahwana memiliki banyak istri, yang paling terkenal
adalah Mandodari, putera Mayasura dengan Hema, seorang bidadari.
11.
Rama
Rama adalah
putra dari raja Dasarata dengan Kosalya.
12.
Satrugna
Satrugna adalah putra bungsu dari raja Dasarata
dengan Sumitra. Laksmana adalah saudara kembarnya.
13.
Sinta
Ramayana
menyebutkan bahwa Sinta bukan anak kandung Janaka, tetapi ia adalah anak angkat
Janaka. Sinta dibesarkan di istana Mithila di kota Wideha oleh Janaka dan
Sunayana, permaisurinya.
14.
Subali
Nama Subali
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “bala” berarti rambut. Konon ia dilahirkan
dari rambut ibunya sehingga ia dinamakan Subali. Subali menjadi raja bangsa
wanara di kerajaan Kiskenda, sedangkan Sugriwa bertindak sebagai wakilnya.
Menurut versi
Ramayana, Subali dan Sugriwa adalah sepasang wanara kembar yang dilahirkan oleh
seorang ibu, tetapi berbeda ayah. Keduanya sama-sama putra dewa. Subali adalah
putra Indra, sedangkan Sugriwa adalah putra Surya.
Menurut versi
asli pewayangan Jawa, Subal dan Sugriwa mulanya terlahir sebagai manusia
normal. Keduanya masing-masing bernama
Guwarsa dan Guwarsi, memiliki kakak perempuan bernama Anjani. Ketiganya merupakan anak dari resi Gotama dan
dewi Indradi yang tinggal di pertapan Agrastina.
15.
Sugriwa
Sugriwa adalah
tokoh protagonis dalam Ramayana. Ia adalah seorang raja kera dan merupakan
seekor wanara. Tinggal di kerajaan Kiskenda bersama kakaknya, Subali. Ia adalah
teman Rama, dan membantu memerangi Rahwana dalam memperebutkan Sinta.
16.
Sumali
Sumali adalah kakek Rahwana. Sumali
memiliki kakak bernama Mali dan adik bernama Maliyawan. Ketiganya mendapat
anugerah mendapatkan kekuatan yang luar biasa, akan tetapi disalahgunakan.
Akhirnya mereka dikalahkan oleh Dewa Wisnu adan diusir dari kerajaan Alengka.
TOKOH-TOKOH
MAHABHARATA
1.
Abimanyu
Abimanyu
merupakan putra dari Arjuna dan Sembadra. Nama lainnya adalah Angkawijaya, Jaya
Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kiriyatmaja, Sumbadra Atmaja, Wanudara,
dan Wirabatana.
2.
Abiyasa
Abiyasa adalah
kakek Pandhawa dan Kurawa. Ayah dari Begawan Abiyasa adalah Begawan Palasara,
pertapan dari gunung Rahtawu. Dan ibunya adalah Durgandini, yang
meninggalkannya sejak masih bayi.
3.
Antareja
Antareja atau
dikenal juga dengan nama Anatareja, anak sulung dari Bima dan Nagagini. Antareja
tidak tinggal bersama ayahnya melainkan bersama kakeknya Sang Hyang Antaboga di
kayangan Saptapratala.
Anantareja
memiliki kesaktian yang tiada batas, semburan ludahnya mengandung bisa yang
bisa membunuh siapa saja yang terkena ludahnya. Selain itu tanah bekas telapak
kaki orang yang dijilatinya akan menyebabkan si empunya tapak akan meninggal
seketika.
Antareja
memiliki sifat dan perwatakan jujur, pendiam, sangat berbakti kepada yang lebih
tua, sayang kepada yang muda, rela berkorban dan sangat percaya kepada Sang
Pencipta. Antareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia
juga memiliki cincin mustika bumi, yang memiliki kesaktian hingga bisa
menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal dunia. Cincin ini adalah
pemberian ibunya. Selain itu kesaktian Antareja adalah dapat hidup dan dapat
berjalan di dalam bumi.
4.
Antasena
Antasena dan
Antareja adalah pengisahan dua karekter yang berbeda, walaupun kedua-duanya
diciptakan sebagai sosok pencari makna kehidupan sejati, tetapi nuansa tingkah
laku mereka sangat berbeda. Ada yang mengatakan bahwa Antasena adalah adik
Antareja dari lain ibu. Ibunya adalah Urangayu putri Begawan Mintuna.
Sosok Antasena
merupakan penggambaran dari seorang sufi dan tidak memandang dunia lagi. Antasena dikesankan sebagai
angin-anginan yang sudah tidak mementingkan kepentingan dunia lagi.
5.
Arimbi
Arimbi adalah
istri kedua Bima, kemudian melahirkan Gatotkaca. Arimbi adalah seorang raksasa
perempuan, dan merupakan anak kedua Prabu Trembaka. Kakak sulungnya bernama
Arimba.
6.
Arjuna
Arjuna
adalah ksatria yang gemar bertapa dan berkelana. Arjuna memiliki sifat cerdik,
pandai, pendiam, teliti, sopan, pemberani, dan suka melindungi yang lemah.
Pusaka-pusaka Arjuna antara lain: Gendewa (dari Bathara Indra), panah Ardadadali
(dari Bathara Kuwera), panah Cundamanik (dar Bathara Narada).
7.
Baladewa
Baladewa adalah
saudara Kresna. Waktu muda bernama Kakrasana, putra Prabu Basudewa, raja negara
Mandura dengan permaisuri Mahendra atau Maekah. Baladewa mempunyai saudara lain
ibu yaitu Arya Udawa.
Baladewa
digambarkan dengan kulit putih, senjatanya adalah bajak dan gada. Secara
tradisional Baladewa dilukiskan memakai pakaian biru dan kalung dari rangkaian
bunga hutan. Rambutnya diikat pada
jambul, memakai giwang dan gelang.
Baladewa
berwatak keras hati, mudah naik darah, tapi pemaaf dan bijaksana.
8.
Bima
Nama lain dari
Bima adalah Werkudara yang artinya perut srigala. Nama lain dari Bima adalah
Bimasena. Bima memiliki sifat gagah berani, kuat, tabah, patuh, jujur, serta
menganggap semua orang sama.
9.
Bisma
Bisma adalah
anak dari raja Santanu. Waktu kecil Bisma bernama Ganggadata. Bisma adalah
seorang Brahmacirin. Berdiam di pertapan Talkandha. Bisma adalah seorang yang
sakti yang tidak gila akan takhta demi kebahagiaan sang ayah.
10.
Burisrawa
Burisrawa adalah
putra Prabu Salya di Madraka, bermuka raksasa. Burisrawa bertabiat kasar dan
suka tertawa. Burisrawa digambarkan bermata telengan putih, hidung bentuk
haluan perahu, bergusi, muka agak mendongak.
11.
Cakil
Cakil adalah
seorang raksasa dengan rahang bawah yang lebih panjang daripada rahang atas.
Tokoh ini humoris. Cakil melambang tokoh yang antang menyerah dan selalu
berjuang hingga titik darah penghabisan.
12.
Drona
Drona dilahirkan
dari keluarga brahmana, putra dari Bharadwaja.
13.
Drupadi
Drupadi adalah
anak yang lahir dari hasil Putrakama
Yadnya, yaitu ritual memohon anak dalam kisah mahabarata.
14.
Duryudana
Duryudana adalah
putra Prabu Destarasta di Hastinapura. Ia adalah Kurawa yang paling tua.
Bentuknya adalah bermata telengan, hidung dempak, berjamang tiga susun dengan
garuda membelakang besar, berpraba. Berkalung ulur-ulur. Bergelang, berpontoh
dan berkeroncong. Kain bokongan kerajaan. Batik kain parang rusak barong, tanda
kain pakaian bangsawan agung.
15.
Gatotkaca
Gatotkaca adalah
anak dari Arimbi. Gatotkaca adalah seorang ksatriya dari kerajaan Pringgodani.
Berkulit dan berbadan baja. Memiliki kotang antakusuma yang bisa membuat ia
terbang.
16.
Karna
Karna adalah
nama lain dari raja Angga yang merupakan
tokoh antagonis dalam cerita Mahabarata. Karna adalah pendukung panglima perang
pihak Kurawa. Karna merupakan kakak tertua dari tiga di antara lima Pandawa
(Yudistira, Bima, dan Arjuna). Karna
adalah pahlawan yang memiliki sifat kompleks. Ia sangat menjunjung nilai-nilai
ksatria. Sifatnya angkuh, sombong, suka membanggakan diri, dan dermawan. Karna
adalah anak pertama Kunti.
17.
Kresna
Kresna atau
Krisna atau biasa disebut juga Narayana. Kresna berasal dari kerajaan Surasena,
kemudian ia mendirikan kerajaan sendiri bernama Dwakara. Kresna berasal dari
keluarga bangsawan di Mathura, dan merupakan putera kedelapan yang lahir dari
putri Bewaki, dan suaminya Basudewa. Kresna merupakan sepupu dari Pandawa dan
Kurawa.
18.
Kunti
Kunti adalah
putri dari Surasena dari wangsa Yadawa dan saat bayi ia diberi nama Perta.
19.
Nakula
Nakula dan
Sadewa adalah kembar pandawa yang memiliki keistimewaan dalam merawat kuda dan
sapi. Nakula digambarkan sebagai orang
yang dapat menghibur hati. Ia juga teliti dalam melaksanakan tugas dan selalu
mengawasi kenakalan Bima, kakaknya. Nakula memiliki kemahiran dalam memainkan
senjata atau pedang.
20.
Pandu
Ayah Pandu
adalah Wicitrawirya dan ibunya adalah Ambalika. Pandu adalah pemanah yang
mahir. Ia memimpin tentara Dretarasta. Kemudian Pandu menikah dengan Dewi
Kunti.
21.
Parikesit
Parikesit adalah
anak dari pandu. Parikesit merupakan yatim piatu, karena ketika ayahnya gugur
di medan perang Baratayuda, dia masih berada dalam kandungan ibunya. Ia
berwatak jujur, bijaksana, dan adil.
22.
Sadewa
Sadewa adalah
putra termuda di antara para Pandawa.
Ibunya bernama Dewi Madrim. Sadewa merupakan ahli perbintangan yang ulung dan
mampu mengetahui kejadian yang akan datang.
23.
Sengkuni
Sengkuni adalah
tokoh antagonis dalam cerita pewayangan, paman dari pihak Kurawa dan selalu
menghasut Kurawa untuk memusuhi Pandawa. Sengkuni adalah patih yang diangkat
oleh Kurawa ketika ia menguasai Hastina. Sengkuni merupakan tokoh yang licik.
24.
Santanu
Sanatanu
merupakan putra dari pasangan raja Pratipa dengan ratu Sunanda, keturunan raja
Kuru. Prabu Santanu sangat tampan dan amat cakap dalam memainkan senjata dan
senang berburu ke hutan.
25.
Srikandi
Srikandi adalah
nama lain dari Amba yang ditolak menikah oleh Bisma. Orang tuanya yaitu Prabu
Drupada dan Gandawati. Srikandi gemar
dalam keprajuritan dan mahir memainkan panah.
26.
Subadra
Subadra lahir
sebagai putri bungsu dari pasangan Basudewa dan Rohini. Subadra adalah wanita
tercantik di Mayapada. Subadra dilahirkan setelah Kresna dan Basudewa.
27.
Wisanggeni
Wisanggeni
adalah putra dari Arjuna. Wisanggeni adalah tokoh yang tegas dalam bersikap,
serta memiliki kesaktian yang luar biasa.
28.
Yudhistira
Puntadewa adalah nama lain dari Yudhistira. Ia
mempunyai sifat adil, sabar, jujur, taat kepada agama. Senjatanya adalah Jamus
Kalimasada berupa kitab, dan Tunggulnaga berupa payung.
PUNAKAWAN
Semar,
Gareng, Petruk, dan Bagong

Daftar Pustaka
Haryanto. S., 1988, Pratiwimba Abdhiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang. Penerbit Djambatan, Jakarta.
MH, Nanda. 2013. Wayang dan Tokoh. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.
Sujatmono. 1992. Wayang dan Budaya Jawa. Semarang: Dahara Prize.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar